Kesunnahan Membangun Kuburan

Kesunnahan Membangun Kuburan

Oleh : Al-Ustadz Miftahul Chair S.Hi. MA
Berbicara tentang kuburan, maka di dalam Islam tidak ada halangan untuk memberi tanda pada kuburan tersebut seperti : “Memagar, membangun, menyemen, memberi batu nisan, meletakkan kerikil-kerikil, menuliskan nama, mempercantik, memperindah, mengganti kuburan yang lama dengan bahan-bahan yang baru dan modern selama kuburan itu milik ahli waris yang masih hidup dengan tujuan untuk menghidupkan ziarah atau menjaga agar kuburan tersebut tidak hilang.

Kegiatan membangun atau memberi tanda pada sebuah kuburan merupakan syariat umat terdahulu sejak zaman Nabi Adam hingga Nabi Muhammad Saw dan diteruskan di masa kita sampai dengan sekarang. Salah satu contohnya adalah perbuatan Rasulullah Saw yang memberikan tanda secara tradisional terhadap kuburan sahabatnya “Utsman bin Madzh’un RA. Berikut cuplikan haditsnya,

عَنْ كَثِيرِ بْنِ زَيْدٍ الْمَدَنِىِّ عَنِ الْمُطَّلِبِ قَالَ لَمَّا مَاتَ عُثْمَانُ بْنُ مَظْعُونٍ أُخْرِجَ بِجَنَازَتِهِ فَدُفِنَ أَمَرَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- رَجُلاً أَنْ يَأْتِيَهُ بِحَجَرٍ فَلَمْ يَسْتَطِعْ حَمْلَهُ فَقَامَ إِلَيْهَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَحَسَرَ عَنْ ذِرَاعَيْهِ – قَالَ كَثِيرٌ قَالَ الْمُطَّلِبُ قَالَ الَّذِى يُخْبِرُنِى ذَلِكَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ – كَأَنِّى أَنْظُرُ إِلَى بَيَاضِ ذِرَاعَىْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- حِينَ حَسَرَ عَنْهُمَا ثُمَّ حَمَلَهَا فَوَضَعَهَا عِنْدَ رَأْسِهِ وَقَالَ « أَتَعَلَّمُ بِهَا قَبْرَ أَخِى وَأَدْفِنُ إِلَيْهِ مَنْ مَاتَ مِنْ أَهْلِى ».
 
 Maknanya : “Dari Katsir bin Zaid Al-Madani, dari Al-Muththalib berkata: “Ketika Utsman bin Mazh’un meninggal, jenazahnya dikeluarkan, lalu dimakamkan, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyuruh seorang laki-laki membawakan sebuah batu besar. Ternyata laki-laki tersebut tidak mampu mengangkatnya. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendatangi batu tersebut, lalu membuka kedua lengannya. Katsir berkata: “Al-Muththalib berkata: “Telah berkata orang yang mengabarkan hal itu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Seakan-akan aku melihat putihnya kedua lengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika membuka keduanya, kemudian membawa batu itu, lalu menaruhnya di kepala kuburan itu dan beliau bersabda: “Aku tandai dengan batu itu, kuburan saudaraku, dan aku akan menguburkan keluargaku yang meninggal ke situ.” (HR. Abu Dawud (1641), Ibnu Majah (1651), Ibnu Abi Syaibah (334) dan Al-Baihaqi (412).

Ukuran makam sahabat tadi, cukup tinggi juga dan ini tercantum dalam dua hadits,

وَقَالَ خَارِجَةُ بْنُ زَيْدٍ رَأَيْتُنِي وَنَحْنُ شُبَّانٌ فِي زَمَنِ عُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وَإِنَّ أَشَدَّنَا وَثْبَةً الَّذِي يَثِبُ قَبْرَ عُثْمَانَ بْنِ مَظْعُونٍ حَتَّى يُجَاوِزَهُ

Maknanya : “Kharijah bin Zaid berkata: “Aku melihat diriku, ketika kami masih muda pada masa Utsman radhiyallahu ‘anhu, bahwa orang yang paling kuat lompatannya di antara kami, adalah dia yang mampu melompat makamnya Utsman bin Mahz’un, hingga melewatinya.” (HR. Bukhari dalam Shahihnya  No. 1360).
عن عبد الله بن أبي بكر قال رأيت قبر عثمان بن مظعون مرتفعا

Maknanya : “Abdullah bin Abi Bakar berkata: “Aku melihat kuburan Utsman bin Mazh’un demikian tingginya.” (HR Ibnu Abi Syaibah, Al-Mushannaf No. 11746).

Membangun dan memberikan tanda pada bangunan kuburan merupakan sunnah yang sangat dianjurkan sehingga para sahabat Radhiyallahu ‘Anhum melanjutkan kesunnahan tersebut dengan membangun atau meninggikan kuburan Rasulullah Saw. Sahabat melakukan ini karena telah mencontoh perbuatan Rasulullah Saw. Dalam sebuah hadits disebutkan,

عَنْ سُفْيَانَ التَّمَّارِ أَنَّهُ حَدَّثَهُ أَنَّهُ رَأَى قَبْرَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُسَنَّمًا

Maknanya : “Sufyan at-Tammar telah bercerita telah melihat makam Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ditinggikan (seperti punuk)”. (HR al-Bukhari dalam Shahih-nya No. 1390).

Memang ada sebentuk larangan dari Rasulullah Saw agar tidak menyemen, menduduki dan membangun kuburan.

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ، وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ، وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ

Maknanya : “Rasulullah Saw pernah melarang untuk menyemen kuburan, duduk-duduk di atasnya dan membangunnya.”

Larangan ini telah dijelaskan oleh Imam Syafi’i Rahimahullah bahwa tidak bolehnya menyemen dan membangun kuburan jika kuburan itu milik orang lain, atau dihias dengan perhiasan seperti emas dan permata atau sebagai tempat pemujaan seperti yang dilakukan pada sebahagian agama selain Islam. Namun jika kuburan itu memang milik keluarga mayit yang masih hidup maka silahkan saja untuk membangun, memberi tanda, meletakkan nisan dan menyemen sesuai hajatnya. Hal ini dapat kita lihat statement Imam Syafi’i dalam kitabnya Al-Umm jilid 1, hal. 277,

وَأُحِبُّ أَنْ لاَ يُبْنَى وَلاَ يُجَصَّصَ فإن ذلك يُشْبِهُ الزِّينَةَ وَالْخُيَلاَءَ وَلَيْسَ الْمَوْتُ مَوْضِعَ وَاحِدٍ مِنْهُمَا ولم أَرَ قُبُورَ الْمُهَاجِرِينَ وَاْلأَنْصَارِ مُجَصَّصَةً ... وقد رَأَيْت من الْوُلَاةِ من يَهْدِمَ بِمَكَّةَ ما يُبْنَى فيها فلم أَرَ الْفُقَهَاءَ يَعِيبُونَ ذلك فَإِنْ كانت الْقُبُورُ في اْلأَرْضِ يَمْلِكُهَا الْمَوْتَى في حَيَاتِهِمْ أو وَرَثَتُهُمْ بَعْدَهُمْ لم يُهْدَمْ شَيْءٌ أَنْ يُبْنَى منها وَإِنَّمَا يُهْدَمُ أن هُدِمَ ما لَا يَمْلِكُهُ أَحَدٌ فَهَدْمُهُ لِئَلاَّ يُحْجَرَ على الناس مَوْضِعُ الْقَبْرِ فَلاَ يُدْفَنُ فيه أَحَدٌ فَيَضِيقُ ذلك بِالنَّاسِ

Maknanya : “Saya suka agar kuburan itu tidak dibangun dan dikapur karena hal termasuk perhiasan dan kesombongan, sedangkan kematian bukanlah tempat untuk salah satu di antara keduanya. Dan saya tidak mendapati kuburan orang-orang Muhajirin dan Anshar dibangun... Aku mendapati para imam di Makkah memerintahkan dihancurkannya bangunan-bangunan (di atas kuburan) dan aku tidak mendapati para ulama mencela hal itu. Apabila kuburan dibangun itu hak milik si mati ketika masih hidupnya atau ahli waris mereka setelah kematiannya, maka bangunan itu tidak boleh dirobohkan. Bangunan kuburan yang boleh dirobohkan hanyalah yang bukan hak milik seseorang. Tujuan merobohkannya agar tidak menghalangi orang lain untuk dimakamkan di kuburan tersebut sehingga membuat sempit bagi banyak orang.”

Para ulama juga telah sepakat tentang kesunnahan membangun kuburan dengan tujuan-tujuan yang mulia demi menghidupkan sunnah Rasulullah Saw dan mensyiarkan ziarah. Seperti yang dinyatakan oleh Imam An-Nawawi dalam kitabnya Raudhatut Thalibin jilid 6 hal. 98 bab washaya,

يجوز للمسلم والذمي الوصية لعمارة المسجد الأقصى وغيره من المساجد ولعمارة قبور  والتبرك بها

 Maknanya : “Boleh hukumnya bagi seorang muslim atau dzimmi untuk berwashiyat membangun Masjidil Aqsha atau membangun kuburan untuk mengambil keberkahan yang ada di dalamnya (bertabarruk).”

Syeikh Khathib Asy-Syarbaini dalam kitabnya Mughni Al-Muhtaj jilid 1, hal. 367 juga menjelaskan,

أنه تجوز الوصية لعمارة قبور الأنبياء والصالحين لما فيه من إحياء الزيارة والتبرك
 
Maknanya : “Diperbolehkan membangun kuburan para Nabi atau orang-orang shalih demi menghidupkan kesunnahan ziarah dan mengambil keberkahannya.”
 
Syeikhul Azhar Sulaiman Al-Bujairimi dalam kitabnya Hasyiah Al-Bujairimi ‘Alal Khathib Jilid 6, hal. 156 Bab Janazah menyatakan,

نَعَمْ قُبُورُ الصَّالِحِينَ يَجُوزُ بِنَاؤُهَا وَلَوْ بِقُبَّةِ الْإِحْيَاءِ لِلزِّيَارَةِ وَالتَّبَرُّك

Maknanya : “Iya benar, bahwa untuk kuburan orang-orang shalih boleh hukumnya membangun kuburan tersebut walaupun meletakkan kubah di atasnya dengan tujuan menghidupkan kesunnahan ziarah dan bertabarruk di dalamnya.”

Sebagai kesimpulan akhir, membangun kuburan pada dasarnya diperbolehkan sesuai hadits di atas dan banyaknya ijtihad atau pendapat para ulama yang berkompeten dalam hal ini. Larangan dalam hadits tentang membangun kuburan bersifat makruh karena pada masa dahulu kuburan para penguasa dihiasi dengan emas dan sutra serta perhiasan-perhiasan. Sementara hukum mubah atau kebolehan membangun kuburan stressing kebolehannya malah semakin ditingkatkan karena mengubur di masa sekarang memakai upah tanah dan memberikan upah jasa kepada penggali kubur. Selain itu pula, nuansa pekuburan akan terlihat dengan adanya bangunan kuburan, batu nisan dan tulisan, kerikil-kerikil sehingga setiap orang melewati kuburan akan melaksankan sunnah Nabi yakni mengucapkan salam kepada arwah dan bisa lebih tendensiusnya mengingatkan kita akan kematian. Intinya, silahkan saja memperbaiki atau memperindah bangunan kuburan karena memang tidak ada larangan dan merupakan sunnah yang telah dicontohkan Nabi kita Muhammad Saw. Semoga bermanfaat.

Ahsanakumullahul hal abadan,
Sang Pecinta Kedamaian : Al-Ustadz Miftahul Chair, S.Hi. MA.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hadits Palsu (2) Wanita Di Neraka Selama 70000 Tahun Gara-Gara 1 helai Rambutnya Terlihat Lelaki Yang Bukan Mahramnya

Nabi Adam Menggunakan Bahasa Suryani Tidak Bahasa Arab (Bahasa Pertama Di Dunia)

Sunnah Zikir Tahlil Sambil Menggeleng-Gelengkan Kepala