Esensi Tertawa Dalam Fikih Islam Yang Berwibawa

Ceramah Fikih Islami Mazhab Syafi'i

Esensi Tertawa Dalam Fikih Islam Yang Berwibawa


Esensi Tertawa Dalam Fikih Islam Yang Berwibawa
Oleh : Miftahul Chair Al-Fat, S.Hi. MA
Alumni Hukum Islam Pascarjana 

Penjagaan terhadap fitrah dan pengejawantahannya dalam keseharian hidup manusia  diberikan seluas-luasnya dalam dinamika keislaman yang koheren dan toleran di segala medan situasi yang tepat. Salah satunya yang menjadi fitrah dasar manusia yang berkarakter dikenali dengan gelak atau tawa yang spontanitif dan responsif. 

Allah Swt berfirman : 

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُون

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah karena Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar-Rum : 30). 

Pada dasarnya tertawa itu boleh dan tidak terlarang dalam syariat Islam karena tertawa merupakan lambang kecerdasan intelektual seseorang yang jeli dalam menangkap pesan-pesan ataupun situasi yang mengundang kodrat humoria atau banyolan-banyolan. 

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Nu'aim bin Hammar :

أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الشُّهَدَاءِ أَفْضَلُ ؟ قَالَ : " الَّذِينَ إِنْ يُلْقَوْا فِي الصَّفِّ يَلْفِتُونَ وُجُوهَهُمْ حَتَّى يُقْتَلُوا ، أُولَئِكَ يَنْطَلِقُونَ فِي الْغُرَفِ الْعُلَى مِنَ الْجَنَّةِ ، وَيَضْحَكُ إِلَيْهِمْ رَبُّهُمْ ، وَإِذَا ضَحِكَ رَبُّكَ إِلَى عَبْدٍ فِي الدُّنْيَا ، فَلَا حِسَابَ عَلَيْهِ 

"Rasulullah Saw pernah ditanya oleh seorang pemuda : “Orang mati syahid yang bagaimana yang paling utama?.” Rasulullah Saw menjawab : “Mereka itu adalah yang bersiap-siap di barisan perang, mereka menghadapkan wajah mereka ke sana dan akhirnya mereka terbunuh dalam pertempuran itu. Mereka itu berada di ruangan tertinggi di dalam surga. Tuhan mereka Allah Swt tertawa kepada mereka. Jika Allah tertawa kepada hamba-Nya di dunia maka tidak ada ketentuan hisab baginya kelak. (HR. Ahmad No. 21886). Hadits ini menunjukkan tentang shifat Allah yang juga tertawa. Bebeda dengan makhluk-Nya, Allah Swt tertawa adalah takwil dari bahagianya Allah Swt kepada hamba-Nya. Sementara ekspresi tertawanya makhluk diiringi dengan gerak tubuh atau mimik wajah dari orang yang tertawa.

Para ulama kita telah mengklasifikasikan model tertawa manusia yang secara lumrah selalu muncul dan dipraktikkan oleh umat manusia. Imam Ibnu ‘Allan Asy-Syafi’i dalam kitabnya Dalilul Falihin lithuruqi Riyadhish Shalihin jilid 5, hal. 197 menyatakan : 

التبسم مبادئ الضحك والضاحك إنبساط الوجه تظهر الأسنان من السرور والقهقهة فإن كان بصوت وكان حيث يسمع

Tertawa itu terbagi pada 3 model, pertama; at-tabassum yang artinya awal dari hasrat untuk tertawa atau senyum (mabad’iudh Dhahik), kedua; adh-dhahik yang bermakna ekspresi wajah yang diikuti dengan terlihatnya gigi karena ada unsur kesenangan (inbisatul wajhi tadzharul asnan minas suruur), dan yang ketiga; Al-Qahqahah yang artinya apabila tertawa itu dibarengi dengan suara dan dapat didengar (fa’inkaan bishaut wa kaana bihaitsu yusma’). Ketiga kategori model tertawa di atas diperbolehkan dalam fikih Islam karena tidak ada satu pun dalil yang sharih mengharamkannya. Jika memang tertawa itu tidak dilarang maka tidak ada jalan bagi kita untuk menjaga fitrah itu dengan bersikap normal dan mengikuti gelak atau tawa yang hadir dalam kehidupan sosial bermasyarakat sebagai bentuk keakraban dan lambang pergaulan sejati. 

Namun sebahagian kecil umat Islam ada berpandangan kaku terhadap implikasi tertawa ini, mereka menganggap tertawa itu dilarang apalagi jika tertawa itu dilampiaskan di mesjid atau tempat-tempat ibadah. Pelarangan ini sesungguhnya tidaklah tepat sasaran dan out of control. Untuk melarang sesuatu di ranah hukum Islam harus ada dalil yang menguatkan larangan itu. Tertawa di masjid misalnya, Rasulullah Saw dan para sahabat telah mencontohkan itu. Disebutkan oleh Imam Muslim dari Simak bin Harb ia berkata

كَانَ لَا يَقُومُ مِنْ مُصَلَّاهُ الَّذِي يُصَلِّي فِيهِ الصُّبْحَ أَوِ الْغَدَاةَ ، حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ، فَإِذَا طَلَعَتِ الشَّمْسُ قَامَ ، وَكَانُوا يَتَحَدَّثُونَ فَيَأْخُذُونَ فِي أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ ، فَيَضْحَكُونَ وَيَتَبَسَّمُ 

"Rasulullah Saw tidak akan bangkit dari tempat solatnya di masjid setelah menunaikan solat shubuh berjamaah sampai terbitnya matahari. Rasulullah Saw dan para sahabat ngobrol-ngobrol, mereka mengambil topik tentang keadaan mereka saat masih jahiliyah. Mereka pun tertawa dan Rasulullah Saw pun ikut tersenyum. (HR. Muslim  No. 1074). 

Dari hadits ini seorang Mujtahid Briliant mazhab Syafi’i Imam An-Nawawi Rahimahullah dalam Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi jilid 3, hal. 40 menjelaskan, 

الصواب جواز الضحك عند الجماهير ما قدمناه وأنه ليس بمكروه في بعض المواطن فلا بمسقط للمروءة
; “Ash-Shawab jawazudh dhahik ‘indal Jamahir maa qaddamnaahu wa annahu laisa bimakruhin fi ba’dhil mawathin falaa bimasqathin lil muruu’ah.” Artinya : “Yang paling tepat menurut jumhur ulama bahwa tertawa itu boleh pada sebahagian tempat-tempat yang utama. Bahkan tertawa itu tidak dikatakan makruh dan tidak pula tawa itu dapat menjatuhkan wibawa seseorang.

Mulla ‘Ali Al-Qari As-Shulthani dalam kitabnya Mirqatul Mafatih Syarh Misykatul Mashabih pada jilid 4, hal. 34 mengemukakan,

فيه دليل على جواز استماع كلام مباح يعني في المسجد...والتبسم علي سبيل الأغلاب و الضحك علي سبيل الندرة

“Dalil hadits tentang tertawanya sahabat bersama Nabi menunjukkan bolehnya melakukan aktivitas mendengar pembicaraan yang mengundang tawa di masjid. Intinya Rasulullah Saw lebih sering tersenyum (at-tabassum ‘alaa sabilil aghlab) dan sesekali beliau tertawa lebar (dzuhurun nawaajidz ‘ala sabilin nadrah).” 

Mengapa di masjid seseorang itu dibolehkan tertawa?. Jawaban sederhananya karena tidak ada tempat yang paling berkah dan terarahnya tertawa kecuali di masjid. Masjid adalah pusat atau sentral keberkahan dan pusara energi spiritual sehingga perbuatan yang berhukum mubah (boleh) seperti tertawa ini mengambil alih dari keberkahan tempat. 

Contoh manusia yang tidak jaim (jaga image) adalah Sayyidina Muhammad Saw, ia apa adanya menunjukkan sisi kemanusiaan yang ada pada dirinya tanpa takut kalau umat meremehkannya. Dalam beberapa riwayat yang shahih, 

فضحِك النبيُّ صلَّى الله عليه وسلَّمَ حتى بدَتْ أنيابُه

"Seorang sahabat menceritakan bahwa ketika Nabi Muhammad Saw tertawa sampai tampak gigi taringnya. (HR. Bukhari No. 1800).

‘Abdullah bin Mas’ud menceritakan : 

لقد رأيت رسول الله ضحك حتي بدت نواجذه

“Laqad ra’aitu Rasulullah Saw dhahika hatta badat Nawaajidzuhu.” Artinya : “Aku melihat sendiri Rasulullah Saw ketika ia tertawa sampai terlihat gigi gerahamnya.” (HR. Bukhari No. 6571). 

Dalam beberapa kesempatan istri Rasulullah Sayyidatuna Aisyah mengisahkan : 

مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُسْتَجْمِعًا قَطُّ ضَاحِكًا حَتَّى أَرَى مِنْهُ لَهَوَاتِه

“Aku saksikan bahwa kalau Rasulullah Saw tertawa ketika berkumpul sampai terlihat anak tekak lidahnya.” (HR. Bukhari No. 5627).

Imam Ibnu Qutaibah menjelaskan hadits ini dalam kitabnya Gharibul Hadits jilid, 1 hal. 416 : 

 ومنه الحديث " ضَحِك حتى بَدتْ نواجذُه " يراد انْفَتح فُوهُ من شِدَّة الضَّحِك حتى رأى آخر أضْراسه من اسْتقبله

“Yang dimaksud dengan terlihatnya gigi geraham atau anak tekak Rasullullah Saw dihadapan sahabat itu dikarenakan lebarnya tawa tersebut.”

Allah Swt berfirman : 

فليضحكوا قليلا وليبكوا كثيىرا

“Hendaklah Engkau tertawa sedikit dan menangislah banyak.” (QS. At-Taubah : 82). Ayat ini sering dijadikan ayat tentang pelarangan tertawa padahal bukan itu maksudnya. Imam Al-Qurthubi dalam kitabnya Al-Jami’ li Ahkamil Quran jilid 8, hal. 216 menyatakan,

 أمر، معناه معنى التهديد وليس أمرا

"Ayat di atas bukanlah dengan maksud perintah (amr) tetapi hanya arahan saja (tahdid).” Imam Al-Mawardi dalam An-Nukat wal ‘Uyun jilid 2, hal. 387 menjelaskan tafsir ayat di atas : 

 أن الضحك في الدنيا لكثرة حزنها وهمومها قليل

“Innadh dhahika fid dunya lihuzniha wa humuumiha qalil.” Artinya : “Sesungguhnya tertawa di dunia dibandingkan kesedihan dan kesulitan yang ada di dalamnya hanyalah sedikit sekali.” Tepat sekali yang dikatakan oleh Imam Al-Mawardi di atas, kalau kita renungkan dalam satu hari ada 24 jam, dibandingkan dengan kita tertawa maka jauh lebih banyak kita fokuskan hidup dalam keseriusan mencari rizki. Selebihnya kita gunakan sebahagian waktu untuk bercanda dan tertawa sembari berbagi rasa untuk menekan kegelisahan dan kepenatan.

Di zaman sekarang para da’i berdakwah terkadang diiringi dengan canda dan gelak dalam setiap penyampaian materi yang memukau. Bagi saya, inilah variasi dari seni dalam berdakwah dan tidak ada pertentangan dan ini hal yang wajar saja. Ada yang berdakwah dengan monoton dan ada juga yang berdakwah dengan lawakan-lawakan. Ini semua merupaan kekayaan khazanah keislaman dalam menyebarkan nilai-nilai Islam ke seluruh belahan dunia. Tertawa itu perlu di dalam berdakwah agar pesan dapat sampai dengan baik. Kalau pun tertawa terus dalam berdakwah tidaklah jatuh pada keharaman, hanya saja dimakruhkan berdakwah seperti. Namun jika itu terjadi tetap tertawa-tawa dalam dakwah dapat menyehatkan jasmani dan rohani. Insya Allah.

DR. Ibrahim Elfiky dalam kitabnya Quwwatut Tahakkum Fidz dzat hal. 99  menyatakan,

أن الأطفال يبتسمون ويضحكون حوالي 400 مرة في اليوم وإذا ماقارناهم بالكبار نجد الكبار يبتسمون 14 مرة فقط في اليوم...و لك أن تتصور هذا الفارق الشاسع وكأن الناس ينسون الإبتسام كلما تقدموا في العمر !! وهذا ينقلنا إلي نقطة طريفة وهي أن الوجه 80 عضلة وعندما نبتسم فنحن نستخدم 14 عضلة فقط منها ولا يؤثر ذلك علي شكل الوجه ولكن إذا ما كان الوجه عبوسا فإن الناس نستخدم تقريبا  كل عضلات الوجه مما يسبب له التجاعيد

"Manusia di usia tua semakin menurun sense of humor. Anak-anak dapat tertawa  sebanyak 400 kali sehari. Sementara, orang dewasa tertawa hanyaa 14 kali sehari. Perhatikanlah perbedaan yang sangat mencolok itu. Semakin tua, orang semakin lupa dan semakin sedikit tertawa. Fakta itu mengingatkan kita bahwa wajah kita meliputi 80 bentang otot. Ketika kita tertawa hanya 14 otot yang terbentang. Perubahan otot itu sama sekali tidak memengaruhi bentuk dan struktur wajah. Namun, keadaannya berbeda ketika Anda cemberut dan tegang. Seluruh otot wajah berkonstraksi sehingga bisa menyebabkan kejang.

Hikmah tertawa begitu besar diciptakan Allah Swt. Safri HS hal. 5 dalam bukunya Tertawa Itu Sehat menyebutkan bahwa Albert Einstein Sang Penemu bom Atom dan teori relativitasnya mengatakan Humor itu lebih penting dari ilmu pengetahuan, juga yang disinyalir dari Betrand Russel, Tawa itu adalah obat yang mendunia dan Groucho Marx mengatakan Seorang pelawak itu seperti aspirin tetapi dia bekerja dua kali lebih cepat. Dalam bukunya Seni Memengaruhi Orang Dengan Tawa hal. 9, kata Andrias Harefa sebuah penelitian menunjukkan pada saat kita tertawa, otak kita dirangsang untuk menghasilkan hormon catecholamines yang berfungsi merangsang produksi endorfin beta. Zat ini mirip opium yang dapat menghilangkan rasa sakit dan nyeri pada bagian tubuh yang dapat menghilangkan penyakit kanker atau diabetes. Dalam pendapat saya, itu juga yang menjadikan alasan kenapa Rasulullah Saw jarang sekali sakit.

Ahasankumullahul hal abadan,

Sang Pecinta Kedamaian : Al-Ustadz Miftahul Chair Al-Fat, S.Hi. MA.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hadits Palsu (2) Wanita Di Neraka Selama 70000 Tahun Gara-Gara 1 helai Rambutnya Terlihat Lelaki Yang Bukan Mahramnya

Nabi Adam Menggunakan Bahasa Suryani Tidak Bahasa Arab (Bahasa Pertama Di Dunia)

Sunnah Zikir Tahlil Sambil Menggeleng-Gelengkan Kepala