Solusi Jernih Dalam Menggabungkan Dua Niat Puasa Atau Lebih

Solusi Jernih Dalam Menggabungkan Dua Niat Puasa Atau Lebih

Oleh : Al-Ustadz H. Miftahul Chair, S.Hi. MA
Alumni Hukum Islam Pasca Sarjana UIN Sumatera Utara
Hal yang ingin saya sekali sampaikan bahwa permasalahan ini adalah permasalahan fiqh yang dikenal dengan Tasyrikun Niat atau Dhammun Niat, menurut DR. Rawas Qal’aji dalam kitabnya Mu’jam Lughatil Fuqaha’ jilid 1, hal. 341 maknanya  adalah,

 جمع الشيء إلى الشيء

Maknanya : “Menggabungkan sesuatu kepada sesuatu pula, adapun bahasa inggrisnya adalah collecting.”

Prosedural menggabungkan niat ini telah dijelaskan tekniknya oleh Allah Swt dalam firman-Nya,

وَمَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ وَتَثْبِيتًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍ بِرَبْوَةٍ أَصَابَهَا وَابِلٌ فَآتَتْ أُكُلَهَا ضِعْفَيْنِ فَإِنْ لَمْ يُصِبْهَا وَابِلٌ فَطَلٌّ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

Maknanya : “Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya maka hujan gerimis pun memadai. Dan Allah Swt Maha Melihat apa yang kamu perbuat. (QS. Al-Baqarah : 264).

Ayat ini berindikasi adanya penggabungan niat dalam satu ibadah, yakni infaq/sedekah yang niat pertamanya mencari ridha Allah sedang yang kedua untuk meneguhkan jiwa. Percampuran niat ibadah dengan niat yang lain tidak menghalangi pahala besar yang diterima oleh seorang hamba bahkan Allah beranalogi penggabungan dua niat dalam satu ibadah ini seperti kebun yang diterpa hujan lebat yang menghasilkan buahnya (pahala) dua kali lipat. Kalau pun tidak, hujan gerimis sebagai kiasan pahala kecil yang diterima barangkali ada yang kurang maksimal dari pelaksanaan ibadah tersebut.

Dan masih banyak contoh-contoh lain dalam ayat Alquran seperti tujuan hijrahnya Rasulullah Saw dari Mekkah ke Madinah untuk menjalankan perintah Allah sekaligus menghindari gangguan kafir Quraisy dan menyebarkan Islam, membangun negara; ini menunjukkan ada 3 niat atau lebih dalam satu ibadah. 
Rasulullah Sayyidinaa Muhammad Saw juga memberikan arahan tentang adanya niat yang beragam dalam pelaksanaan ibadah, ia bersabda : 

عَنْ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

Maknanya : “Dari ‘Umar, bahwa Rasulullah Saw bersabda :  “Sesungguhnya segala perbuaatan tergantung pada semua niatnya dan setiap orang menerima (ganjaran) dari apa yang dia niatkan.” (HR. Baihaqi No. 181, Ibnu Majah 4217, Abu Dawud 1882).

Imam An-Nawawi rahimaullah dalam kitabnya Shahih Muslim Bi Syarhin Nawawi pada kitabul washiyyah jilid 11, hal. 77 menjelaskan makna hadits di atas,

وفيه أن الأعمال بالنيات وأنه إنما يثاب على عمله بنيته وفيه أن الانفاق على العيال يثاب عليه إذا قصد به وجه الله تعالى وفيه أن المباح إذا قصد به وجه الله تعالى صار طاعة ويثاب عليه

Maknanya : “Setiap amal tergantung pada niat-niat, dan diberikan pahala atas perbuatan hanya karena niatnya. Sebagai contoh seseorang yang memberikan nafkah untuk keluarganya pasti dia mendapatkan pahalanya jika mengerjakannya karena mencari ridha Allah. Demikianlah amalan mubah yang dilakukan karena Allah maka amalan tersebut menjadi sebuah ibadah atau ketaatan yang diberi pahala bagi pelakunya.”

Kalau didalami makna hadits ini secara terbuka dan luas, kata Niyyaat merupakan bentuk jama’ dari kata niyyah. Stressing pointnya, bahwa niat pada saat melakukan ibadah ada kemungkinan bisa terjadi beberapa niat terutama niat puasa dalam pembahasan ini dan penggabungan niat yang boleh dilakukan. Sebagaimana kata An-Nawawi barusan bahwa perbuatan yang boleh dilakukan jika dilandasi dengan tujuan karena Allah niscaya akan menuai pahala.

Penggabungan niat dalam puasa sudah biasa terjadi di kalangan ulama dan umat Islam terdahulu dalam pengamalannya, baik penggabungan dengan dua niat atau lebih. Dua kaidah dalam mazhab Syafi’i yang berkenaan dengan topik kali ini. Imam As-Suyuthi dalam kitabnya Al-Asybah Wan Nadzhaa’ir bab Al-amrul khamis jilid 1, hal 21 dan Syeikh Mushtafa Az-Zuhaili dalam kitabnya Al-Qawa’idul Fiqhiyyah  jilid 1, hal. 80 menjelaskannya,

Kaidah Pertama,

أَنْ يُنْوَى مَعَ الْعِبَادَة الْمَفْرُوضَة عِبَادَة أُخْرَى مَنْدُوبَة

Maknanya : “Menggabungkan niat ibadah fardhu dengan ibadah lain yang sunnah.”

Pada umumnya, sering terjadi pertanyaan di masyarakat tentang menggabungkan niat puasa qadha dengan puasa 6 hari di bulan Syawwal. Kesimpulan yang paling kuat dalam hal ini, berdasarkan kaidah fiqh di atas bahwa apikasi perbuatan tersebut dibolehkan dalam agama. Bahkan, tidak hanya dua niat, manakali dia ingin melaksanakan niat puasa qadha yang digabungkan dengan niat puasa senin, niat puasa Syawwal atau ditambah dengan niat puasa Nabi Dawud sesuai penempatan waktunya yang tepat secara bersamaan maka hal ini diperbolehkan. Imam As-Suyuthi melanjutkan fatwanya mengenai kebolehan ini dalam kitabnya Al-Asybah Wan-Nadza’ir hal 21 tadi,

صَامَ فِي يَوْمِ عَرَفَة مَثَلًا قَضَاء أَوْ نَذْرًا، أَوْ كَفَّارَة ; وَنَوَى مَعَهُ الصَّوْم عَنْ عَرَفَة، فَأَفْتَى الْبَارِزِيُّ بِالصِّحَّةِ، وَالْحُصُولِ عَنْهُمَا

Maknanya : “Jika ada seseorang misalnya berpuasa ‘Arafah yang digabungkan niatnya dengan puasa qadha, nadzar atau kaffarat secara bersamaan, Imam Al-Barizi memfatwakan sahnya puasa tersebut dan tercapainya pahala yang diperoleh.”

Kaidah Kedua, 

أَنْ يَنْوِي مَعَ النَّفْلِ نَفْلًا آخَرفيحصلان من ذلك

Maknanya : “Tercapainya menggabungkan niat ibadah sunnah dengan ibadah sunnah yang lain.”

Misalnya ada seseorang yang mau melaksanakan puasa sunnah dibulan Sya’ban, kebetulan dia ingin menggabungkan puasanya itu dengan niat puasa senin dan puasa ayyamul bidh karena pas jatuhnya bersamaan maka hal ini diperbolehkan. Atau barangkali menyatukan niat puasa Syawwal dengan niat-niat puasa sunnah yang lain maka hal ini sah dan tidak ada keterangan yang mengharamkan hal ini. Imam As-Suyuthi melanjutkan fatwanya dalam Al-Asybah hal. 23,

وَيَنْبَغِي أَنْ يُلْحَق بِهَا مَا لَوْ نَوَى صَوْم يَوْم عَرَفَة وَالِاثْنَيْنِ مَثَلًا، فَيَصِح

Maknanya : “Semestinya sudah memadai, jika seseorang berniat puasa Arafah sekaligus berniat puasa senin maka puasa tersebut sah adanya.”

Ketentuan dalam menggabungkan niat dengan ibadah yang sejenis tidaklah menghilangkan atau melenyapkan pahalanya walaupun akhirnya niatnya jadi banyak dan beragam, lagi-lagi aplikasi penggabungan niat tersebut mesti harus karena Allah Swt, jika tidak karena Allah maka gugurlah pahala yang dimaksud. Seperti keterangan yang disebut oleh Imam Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitabnya Al-Fatawa Al-Fiqhiyyah jilid 2, hal. 53,

أَنَّ كُلَّ من عَمِلَ طَاعَةً وَشَرَّكَ مَعَهَا مُبَاحًا لم يَكُنْ ذلك التَّشْرِيكُ مُحْبِطًا لِثَوَابِهَا من أَصْلِهِ بَلْ له ثَوَابٌ بِقَدْرِ قَصْدِهِ الطَّاعَةَ لَكِنَّهُ دُونَ ثَوَابِ من لم يُشَرِّكْ وَقَوْلُهُ صلى اللَّهُ عليه وسلم عن اللَّهِ تَعَالَى من عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فيه غَيْرِي فَأَنَا منه بَرِيءٌ

Maknanya : “Setiap perbuatan yang mengarah pada ketaatan bila digabungkan pelaksanaannya dengan hal-hal yang mubah, lantas tidaklah penggabungan niat pada perbuatan tersebut dapat menghilangkan pahalanya, akan tetapi tetap baginya mendapat pahala sesuai dengan maksud ketaatannya kepada Allah. Bisa saja tidak mendapat pahala karena penggabungan itu bukan karena-Nya. Sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadits dari Allah Ta’alaa : “Siapa yang beramal dengan suatu perbuatan yang digabungkan amalan tersebut bukan karena Aku maka Aku berlepas diri darinya.” (HR. Muslim No. 5300).

Adapun kaidah dalam sebuah statement,

إذا اتحد جنس العبادتين وأحدهما مراد لذاته والآخر ليس مرادا لذاته؛ فإن العبادتين تتداخلا

Maknanya : “Jika ada dua ibadah yang sejenis, yang satu untuk maksud ibadah itu sendiri dan satunya lagi bukan pada fokus ibadah yang sama, maka dua ibadah ini dapat digabungkan. (’Asyru Masail fi Shaum Sitt min Syawal, Dr. Abdul Aziz ar-Rais, hal. 17). 

Kaidah ini bukanlah dengan maksud pembatasan niat ibadah, kaidah ini hanya menunjukkan kebolehan menggabungkan niat ibadah dengan niat ibadah yang berbeda tetapi masih semakna atau sejenis dengan ibadah tersebut. Sebagai contoh, seseorang niat berpuasa Syawwal dengan niat puasa senin maka kedua niat dapat dimasukkan dalam satu ibadah puasa. Ini hanya dikhususkan pada masalah puasa saja, namun untuk masalah yang lain seperti solat, tidak semua bisa masuk dalam klafikasi penggabungan niat ini. Karena ibadah yang muradu lidzatih tidak bisa digabungkan niatnya, khususnya dalam masalah solat namun berbeda konteksnya dengan puasa yang dapat dipadukan niat secara bersamaan jika waktu yang digunakan untuk puasa tersebut pas dan tidak berseberangan. Maksud saya, misalnya puasa Sya’ban dikerjakan di bulan Shafar dan digabungankan dengan puasa ayyamul bidh tentu ini tidak bisa terjadi dan tidak sah jadinya.

Hikmah penggabungan puasa sunnah yang diperbolehakan ini, di antaranya untuk memberikan kemudahan bagi umat Islam untuk melaksanakan beberapa puasa dalam satu kesempatan, mengingat keterbatasan umur manusia, ditambah lagi terkadang karena kesibukan maka sulit untuk memilah secara normal dalam melaksanakan puasa tersebut sehingga dilakukanlah penggabungan niat (tasyrik).

Ahsanakumullahul hal abadan,
Sang Pecinta Kedamaian : Al-Ustadz H. Miftahul Chair, S.Hi. MA.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hadits Palsu (2) Wanita Di Neraka Selama 70000 Tahun Gara-Gara 1 helai Rambutnya Terlihat Lelaki Yang Bukan Mahramnya

Nabi Adam Menggunakan Bahasa Suryani Tidak Bahasa Arab (Bahasa Pertama Di Dunia)

Sunnah Zikir Tahlil Sambil Menggeleng-Gelengkan Kepala