Memakai Sarung Itu Sunnah Nabi

Memakai Sarung Itu Sunnah Nabi 

(Nabi Saw Meninggal Saat Mengenakan Sarung Bukan Gamis Atau Daster)

Oleh : Al-Ustadz H. Miftahul Chair, S.Hi. MA.
Genre : Fikih Islami

Ketika ditanya oleh seorang jemaah, ustadz mengapa kalau ceramah makai sarung sedangkan kalau jalan-jalan pakai jeans dengan rapi tidak menggantung atau cingkrang kayak orang kebanjiran?. Saya jawab model pakaian saya itu bukanlah sembarangan, saya memakai sarung dan celana karena ada perintah khusus dari Rasulullah Sayyidinaa Muhammad Saw untuk umatnya agar memakai keduanya. Rasulullah Saw bersabda dalam sebuah hadits dengan sanad yang jayyid :

عن أبي أُمَامَةَ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَهْلَ الْكِتَابِ يَتَسَرْوَلَونَ وَلَا يَأْتَزِرُونَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسَرْوَلُوا وَائْتَزِرُوا وَخَالِفُوا أَهْلَ الْكِتَابِ 

Maknanya : "Dari Abi Umamah, aku berkata: Ya Rasulallah sesungguhnya ahlul kitab mereka bersarung tapi mereka tidak memakai celana panjang. Maka Rasulullah Saw menjawab : Kalau begitu bersarunglah kalian dan pakailah celana panjang serta bedakan dengan ahlul kitab." (HR. Ahmad No. 21252).

Antisipasi yang dilakukan Rasulullah agar tidak sama dengan ahlul kitab, terkadang umat Islam memakai sarung terkadang memakai celana panjang. Selain itu pula barangkali, disuruh berbeda dengan mereka dalam hal motifnya ketika beribadah. 

Memakai sarung dan celana panjang yang lazim nama lainnya adalah pantolun merupakan perintah Nabi Saw sekaligus membedakan kita dengan wali-wali setan. Dan memakainya dalam perintah di sini tidak ada perintah. Mari kita lihat hadits berikut, Rasulullah Saw bersabda : 

تَسَرْوَلُوا وَاتَّزِرُوا وَاحْتَقُوا وَانتعلوا وخالفوا أولياء الشيطان

Maknanya : "Pakailah celana panjang, bersarunglah, gunakan kain untuk menutupi badan, pakailah alas kaki, dan bedakanlah dengan wali-wali setan." (HR. Thabrani dalam Al-Awsath).

Terkhusus pada waktu solat, memakai kain sarung lebih utama daripada memakai celana panjang walaupun memakainya dibolehkan. Imam Asy-Syafi’i Radhiyallahu Anhu dalam kitabnya Al-Umm bab kaifa lubsuts tsiyab fish shalah jilid 1, hal. 89 dan babush shalah Fil qamishil wahid hal. 90 berkata :

ويصلى الرجل في السراويل إذا وارى ما بين السرة والركبة، والإزار أستر وأحب منه وقال: وأحب أن لا يصلى في القميص إلا وتحته إزار أو سراويل أو فوقه سترة 

Maknanya : "Seorang laki-laki yang solat mengenakan celana panjang hendaknya menutupi apa yang ada pada pusat dan lututnya. Menurut saya kain sarung lebih fleksibel dalam menutup dan lebih saya sukai daripada celana panjang. Imam Asy-Syafi’i juga berkata : Aku suka seseorang itu kalau solat jika sudah memakai baju kemeja panjang dia menggunakan kain sarung atau celana panjang atau sesuatu yang dapat menutupinya."

Tepat yang dimaksud oleh Imam Asy-Syafi’i, keutamaan sarung karena pakaian ini sangat sederhana, tidak membentuk pantat pria maupun wanita. Terkhusus pria, testis atau telor  pada pria juga tidak membentuk di areal selangkangan. Sarung pun menunjukkan kesederhanaan bukan kemegahan saat menghadap Allah.

Memakai kain sarung menjadi prioritas utama dan memiliki keutamaan yang banyak karena Rasulullah Saw meninggal dalam keadaan bersarung. Dalam kitab As-Shahih (Bukhari atau Muslim), dari Aisyah sesungguhnya dia mengeluarkan baju semacam jas dan kain sarung yang tebal, seraya berkata :

 أَخْرَجَتْ إِلَيْناَ عائشة كساء وزارا غليظا قُبِضَ روح رَسولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم في هذين

Maknanya : "Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam wafat dalam keadaan memakai baju semacam jas dan sarung tersebut.” (HR. Bukhari bab al-aksiyah wal-khama'ish No. 5370).

Inilah makanya para ulama di seluruh dunia dahulu termasuk para ulama di Indonesia seperti, Syeikh Nawawi Al-Bantani, Syeikh Khathib Al-Minangkabawi, KH. Hasyim Asy'ari, KH. Ahmad Dahlan, Buya Hamka", KH. Baha'uddin Mudhari, dll mereka bangga disebut sebagai "kaum sarungan", mengajarkan para santrinya hingga kini untuk memakai sarung ketika beribadah dan dalam berbagai kondisi. Mereka ingin mengamalkan sunnah seperti yang dikatakan oleh Imam Ahmad Al-Qasthalani dalam kitabnya Irsyadus Saari Li Syarhi Shahihil Bukhari bab isytimalu shama' jilid 8, hal. 433,

وفيه بيان ما كان عليه صلى الله عليه وسلم من الزهد والأعراض عن متاعها وملاذها فيا طوبى لمن إقتدى به صلى الله عليه وسلم 
 
Maknanya : "Di dalam hadits ini menunjukkan bahwa dalam pakaian yang bertambal dan sarung tadi mengandung nilai zuhud (ketwadhuan) dan keberhati-hatian dari pada kesenangan dunia dan khayalannya. Wahai orang yang beruntung sekali yang dapat mengikuti jejak Rasulullah Saw."

Sarung dan celana panjang merupakan hal yang sunah, karena Rasulullah Sayyidina Muhammad Saw memakainya dan memerintahkannya namun tidak menegaskan perintah itu. Meminjam ungkapan DR. Abdul Karim bin Ali bin Muhammad An-Namlah dalam kitabnya Ittihafu Dzawil Basha'ir Bi Syarhi Raudhatin Nadzhir Fi Ushulil Fiqh hal. 229 menjelaskan, 

الأمر يقتضى الأمر المطلق الندب

Maknanya : "Perintah yang menetapkan pada perkara mutlak itu sunnah."

Dengan kata lain, memakai sarung ada perintahnya secara mutlak namun tinjauan hukumnya adalah sunnah saja. Kita bebas memilih pakaian yang terbaik buat kita. Apalagi sarung membudaya dalam khazanah nusantara.

Sang Pecinta Kedamaian : Al-Ustadz H. Miftahul Chair, S.Hi. MA.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hadits Palsu (2) Wanita Di Neraka Selama 70000 Tahun Gara-Gara 1 helai Rambutnya Terlihat Lelaki Yang Bukan Mahramnya

Nabi Adam Menggunakan Bahasa Suryani Tidak Bahasa Arab (Bahasa Pertama Di Dunia)

Sunnah Zikir Tahlil Sambil Menggeleng-Gelengkan Kepala