Memetik Hikmah Dalam Memaknai Puasa Tarwiyah

Memetik Hikmah Dalam Memaknai Puasa Tarwiyah 

Oleh : Al-Ustadz H. Miftahul Chair, S.Hi. MA

Kepada seluruh sahabat selamat menjalankan puasa Tarwiyah hari ini.

Kedudukan Tarwiyah Sebagai Puasa Dihari Yang Berkah

Allah Swt berfirman :

وَالشَّفْعِ وَالْوَتَرِ 

"Demi bilangan yang genap dan yang ganjil."

Dalam ayat ini kata Tarwiyah tidak disebutkan dalam dzahirul ayat, yang ditampilkan di sini adalah pemaknaannya yang majazi pada pelekatan makna redaksi yang tersirat. Seperti yang dijelaskan oleh Al-Imam Fakhruddin Ar-Razi Asy-Syafi'i Rahimahullah dalam karyanya yang monumental Mafatihul Ghaib J. 1 hal. 197 :

والشفع والوتر، قال عنه إبن عباس بأن الشفع التروية وعرفة والوتر يوم النحر يوم خص بكثرة الرحمة وسعة المغفرة.

"Ibnu 'Abbas RA mengungkapkan kata Asy-syaf'i pada ayat ini untuk dua hari istimewa yakni hari Tarwiyah 8 Dzulhijjah dan hari 'Arafah 9 Dzulhijjah . Sedangkan kata Al-Watar diidentikkan untuk hari raya nahar atau qurban (berikut dengan hari tasyriknya). Disebutkan Allah secara khusus di sini sebagai menunjukkan keistimewaan hari yang penuh kasih sayang Allah Swt dan keluasan ampunan-Nya."

Meminjam istilah ushul ada "isyarat nash" dalam sebuah ayat Alquran yang menandai pensyariatan puasa Tarwiyah ini. Allah dalam sebuah firman-Nya : 

فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۚ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ ۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ۗ ذَٰلِكَ لِمَنْ لَمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ.

Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan 'umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.

Allah Swt menyebutkan kata berpuasa 3 hari selama pelaksanaan ibadah haji bagi yang memilih haji tamattu' sebagai aturan yang khas dan lazimnya itu adalah pada tanggal 7,8 dan 9 Dzulhijjah bagi yang sanggup merealisasikannya. Adapun ayat ini menurut keterangan yang penulis kutip pada salah satu pendapat Imam Abul Hasan Al-Mawardi Asy-Syafi'i Rahimahullah dalam kitabnya Al-Hawi fil Fiqhisysyafi'i J. 3 hal. 455 :

لا خلاف بين أهل العلم أن هذه الأية نزلت فى التروية وهو الثامن من ذي الحجة

"Tidak ada perbedaan di kalangan para ahli ilmu bahwa ayat ini diturunkan pada hari Tarwiyah, dan hari Tarwiyah itu jatuhnya pada tanggal 8 Dzulhijjah."

Syeikh Sulaiman bin Muhammad bin Umar Al-Bujairami Al-Mishri Asy-Syafi'i menyebutkan dalam kitabnya Tuhfatul Habib 'Ala Syarhil Khatib J. 2 hal 510 : "

Sebagai hari yang berkedudukan tinggi dan bersejarah, Tarwiyah pernah menjadi sebuah momen di masa Khalifah Al-Ma'mun dari Dinasti 'Abbasiyah di mana sang khalifah mengganti kiswah atau kain penutup ka'bah dengan warna merah tidak hitam seperti sekarang ini. Peristiwa tersebut tercatat dalam sejarah pada hari Tarwiyah."

Dari alur penjelasan di atas terlihat secara nyata tentang kemuliaan hari Tarwiyah apalagi di hari tersebut disambut dengan pelaksanaan puasa Tarwiyah. Tentunya mereka yang bepuasa akan merasakan bentangan kasih sayang Allah dan limpahan keampunan-Nya yang Maha Luas.

Makna Puasa Tarwiyah Dipandang Dari Sudut Kebahasaan 

Tarwiyah sebuah lafaz yang tidak asing di dengar telinga dan istilah yang sangat familiar dalam pengamalan beragama. Kata Tarwiyah ini menjadi kata yang ritualistik banyak mengandung hikmah jika setiap orang mau manafakkurinya secara serius. Karena setiap ungkapan yang hadir dalam agama Islam ini mengundang transformasi pemahaman untuk menyingkap dan membongkar maknanya yang terdalam. 

Secara etimologi, kata Tarwiyah memiliki beragam makna.

Pertama, 
Imam Muhammad bin Ya'qub Al-Fairuzabadi dalam kitabnya Al-Qamusul Muhith hal 1665 : "Padanan katanya berasal dari kata "rawiya tarawwa" yang bermakna meminum atau meneguk air dan susu." 

Imam An-Nawawi dalam kitabnya Majmu' Syarh Al-Muhadzdzab J. 8 hal. 81 pada bab Madzhabil 'Ulama. Fii Masa'il Tata'allaqu Biththawaf :

يوم التروية وهو اليوم الثامن من ذي الحجة سمي بذلك لأنهم يتروون بحمل الماء معهم من مكة العرفات.

"Hari Tarwiyah adalah hari ke 8 dari bulan Dzulhijjah, dinamakan Tarwiyah sesuai dengan arti katanya bahwa para Jemaah haji mengumpulkan air untuk di minum yang dibawa mereka dari Mekkah menuju padang 'Arafah. 

Orang yang berpuasa Tarwiyah berarti ia menahan diri dari makan dan minum secara dzahir tapi pada hakikatnya puasanya adalah meminum air hikmah, air spiritual ridhonya Allah Swt. Puasa Tarwiyah adalah puasanya orang-orang yang merindukan lezatnya air ruhaniah yang akan menghantarkan mereka ke sumber abadi air mata surga yang tidak akan membuat dahaga untuk selama-lamanya. 

Kedua, 
Makna Tarwiyah selanjutnya bertendensi pada kata rawwa yurawwi tarwiyah menurut Al-Fairuzabadi :

فكرت...لأن إبرهيم عليه السلام كان يتروى ويتفكر فى رؤياه فيه

"Artinya berpikir, merenung atau menghayati lantaran ketika Nabi Ibrahim 'Alaihissalam bermimpi Allah lantas ia memikirkan dan merenungkan makna atau takwil dari mimpinya tersebut.'

Berlandaskan historia, Nabi Ibrahim mengalami mimpinya tersebut sejak malam tanggal 8 Dzulhijjah tepatnya di waktu sahur. Dalam tayangan audio visual mimpi tersebut ia diperintahkan untuk menyembelih putranya Isma'il Alaihissalam. Nabi Ibrahim AS merasa penasaran apakah mimpi yang ia alami datang dari Allah atau dari Iblis. Pertanyaan demi pertanyaan terus mengembara di dalam hatinya sehingga ia tidak enak makan dan tidak enak tidur, dalam kondisi seperti ini ia seakan-akan berpuasa karena larut memikirkan keanehan mimpi itu. Pada malam selanjutnya di tanggal 9 Dzulhijjah mimpi itupun terulang kembali bahkan esensial mimpi tersebut semakin jelas, itulah makanya disebut dengan 'Arafah yang bermakna (terlihat jelas atau telah nampak diketahui). Lagi-lagi mimpi itu tetap membuat rasa penasaran yang tinggi. Ketidakenakan makan dan ketidakselaraan minum mewarnai jiwa Nabi Ibrahim AS sehingga ia terkesan berpuasa jadinya 2 hari berturut-turut. (Kisah ini diceritakan oleh Imam Akmaluddin Muhammad bin Muhammad bin Mahmud Al-Babarti Al-Hanafi dalam kitabnya Al-'Inayah Syarh Al-Hidayah J. 3 hal. 452).

Keadaan Nabi Ibrahim yang tidak makan dan minum selama 2 hari di dalam ranah syariah menjadi ritual abadi yang diamalkan oleh insan rabbani yang populer disebut dengan puasa Tarwiyah dan puasa 'Arafah. Dalam puasa ini setiap orang diajak untuk merasakan apa yang dialami seorang Nabi dengan rasa kenubuwwahan yang tinggi. Karena pada hakikatnya, kegelisahan seorang Nabi merupakan efeksiasi ketakwaan dan daya keimanan yang paripurna di dalam hati. Kegelisahan yang mereka alami adalah cara Allah untuk menghubungkan dzat-Nya dengan para Nabi-Nya sehingga mereka akan lebih banyak tidak makan dan minum. Kondisi perut yang kosong dalam dinamika keberagamaan adalah kondisi yang lebih dekat bahkan intens dengan Allah Swt. Syariat puasa ini diperintahkan oleh agama walaupun bermuatan hukum sunnah namun di dalam puasa Tarwiyah ini kita digiring untuk asyik masyuk merasakan energi kenabian Nabi Ibrahim AS. Sudah pasti, kekuatan yang sangat dahsyat ini adalah sebuah sistematika yang hanya bisa dirasakan jika melaksanakan puasa Tarwiyah dengan hati yang ikhlas. 

Ketiga, 
Disebutkan dalam Kitab Mu'jam Al-Ma'ani kata Tarwiyah itu bermakna "rawiya al-'athasy artinya melepaskan dahaga."

Menyambung kisah Nabi Ibrahim AS tadi, ketika ia tengah merasa mantap di hari 'Arafah dengan mimpinya itu-tanpa berspekulasi-ia akan melaksanakan mimpi tersebut di hari ke 10 Dzulhijjah yang ternyata ia bermimpi kembali bahwa Allah menitahkan kepadanya untuk menyembelih putranya Isma'il Alaihissalam. Keesokan harinya, tanpa pikir-pikir panjang karena validitas mimpinya yang bereplay 3 kali berturut-turut dan belum sempat makan dan minum maka Ibrahim AS menceritakan itu pada anaknya. Dengan keyakinan yang penuh Isma'il Alaihissalam teguh menerima perintah Allah ini. Lalu ia membawa anaknya tersebut namun dengan perasaan berat hati. Hal ini dapat dimaklumi karena Ibrahim AS baru bisa punya anak saat beliau berusia 80 tahun. Tiba giliran anaknya sudah memasuki masa remaja dan diharapkan menjadi cikal bakal penerus perjuangannya. Allah menyuruhnya untuk menyembelih putranya tersebut. Ia lalui semua ujian Allah ini dengan ridha walaupun di sana-sini banyak terjadi pergulatan batin, belum lagi godaan iblis yang ingin menggagalkan misi ketuhanan tersebut. Namun kesemuanga ia lalui dengan tabah dan berlinangan airmata. Namun pada saat tajamnya golok mengenai leher Isma'il, maka datanglah perintah Allah Swt untuk menggantikan objek qurban tersebut dengan seekor kambing kibas yang besar. Kisah romansa melankolis yang mengharukan ini Allah Swt abadikan dalam firman-Nya :

فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ * وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيم * قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا ۚ إِنَّا كَذَٰلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِين * إِنَّ هَٰذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ * وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيم * وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِين * سَلَامٌ عَلَىٰ إِبْرَاهِيم.

Artinya :

"Tatkala Keduanya Ibrahim dan Isma'il telah berserah diri kepada Allah Swt, dan saat itu juga goloknya telah menyentuh pelipis leher anaknya. Maka kami panggil Ibrahim (Ibrahim mendengar sebuah seruan lembut). Engkau telah melaksanakan makna mimpi itu. Oleh karena itu kami akan berikan balasan bagi orang-orang yang berbuat kebaikan sepertimu wahai Ibrahim. Ini hanya sebuah tescash yang menguji keimananmu. Maka kami perintahkan kepadanya untuk menebusnya dengan kambing yang besar untuk dijadikan qurban. Kami abadikan kisah ini bagi orang-orang di kemudian hari. Sejahteralah dan legalah perasaan Ibrahim ketika itu." (QS. Ash-Shaffat : 103-109).

Indikasi kisah ini sehaluan dengan makna Tarwiyah yakni "melepaskan dahaga". Perjuangan yang penuh pengorbanan berakhir dengan game over kelulusan yang menentramkan hati Nabiyyallah Ibrahim AS. Ia merasakan pelepasan dahaga kesedihan dan keberatan hati yang total setelah menerima keputusan Allah Swt. Setelah Nabi Ibrahim memotong kambing qurban tersebut maka Nabi Ibrahim dan seluruh sanak keluarganya ikut memakan dagingnga dan selebihnya disedekahkan kepada yang lain. Kita inipun menjadi tradisi sunnah kenabian dari Nabi Ibrahim AS hingga Nabi Muhammad Saw dan umatnya. Di dalam sebuah hadits disebutkan dari Burdah RA :

كان النبي صلى الله عليه وسلم لا يأكل يوم الأضحى حتى يرجع.

"Sudah menjadi kelaziman Rasulullah Saw bahwa ia tidak makan sebelum solat idul Adha sampai dengan selesai solat dan khutbahnya."

Secara, filosofis penundaan makan dan minum dalam Idul Adha ini bukan tanpa makna tapi bermaksud untuk menambah kelezatan dan citra rasa terdalam makanan, kuliner dan daging hewan qurban tersebut. Karena seenak-enaknya makan katanya pas pada waktu lapar. 

Demikian juga mereka yang melaksanakan puasa Tarwiyah "so pasti" merasakan pelepasan dahaga spiritual yang merasuk hingga ke dalam palung jiwa ketakwaan. 

Analogi saja, sama halnya ketika seorang hamba melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya pasti setiap orang merasakan godaan kemalasan yang luar biasa yang ditiupkan iblis. Begitupun juga merasakan kebimbangan dan juga pertimbangan-pertimbangan yang melemahkan semangat spiritual. Namun jika semua dilaksanakan dengan membuang jauh rasa keterpaksaan maka setelah melaksanakan ibadah tersebut maka yang terasa adalah "tarwiyah" yakni kelegaan dan plong yang menyegarkan. Contohnya, ketika seseorang hendak solat tahajud atau subuh ia harus melawan kantuknya dan mengurangi jatah tidurnya. Walhasil, jika dilaksanakan dan terjadi pembiasaan maka diri seorang hamba itu akan tenang, tentram dan dahaga-dahaga kecemasan serta kekhawatiran akan dengan mudah tersingkirkan.

Pendapat Bijak Tentang Kesunnahan Puasa Tarwiyah Menurut Para Ulama Yang Wara'

Ulama Yang Bermazhabkan Syafi'i 

Bagi kalangan Syafi'iyyah puasa Tarwiyah ini hukumnya Sunnah. Sebagaimana yang termaktub dalam uraian Imam Al-Jalil Abul Qasim Ar-Rafi'i-seorang mujtahid besar mazhab Syafi'i-dalam magnum opusnya Fathul 'Aziz Syarh Al-Wajiz atau yang akrab dikenal dengan Asy-Syarhul Kabir J. 7 hal. 173 mengemukakan :

فالمستحب له أن يصوم يوم التروية بعد الزوال متوجها إلى منى.

"Maka disunnahkan bagi yang berhaji itu untuk menunaikan puasa Tarwiyah setelah matahari naik untuk menuju mina." 

Keutamaan yang besar dari puasa Tarwiyah ini terangkum jelas dalam ijtihad Imam Ar-Rafi'i ini sekalipun orang tersebut tengah melaksanakan haji tapi tetap juga disunnahkan berpuasa. Hal ini menunjukkan besarnya fadhilah puasa Tarwiyah dalam pengamalannya. Pernyataan ini sama dengan yang diterangkan oleh Wuzara' Al-Awqaf Wasysyu'unil Islamiyyah dalam Kitab Al-Musu'ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah :

بأنه صوم هذه الأيام للحاج أيضا.

"Berpuasa pada hari-hari di bulan Dzulhijjah termasuklah puasa Tarwiyah ini hukumnya Sunnah bagi yang tidak berhaji dan juga yang tengah melaksanakan ibadah haji."

Imam Sirajuddin Abu Hafash Umar bin 'Ali bin Ahmad Asy-Syafi'i atau yang populer disebut dengan Ibnu Mulaqqan Rahimahullah dalam kitabnya Tadzkirah J. 1 hal. 78 menyatakan bahwa puasa Tarwiyah termasuk bagian dari koleksi puasa yang disunnahkan dalam Islam. Berikut pernyataannya :

وسن صوم الإثنين والخميس وعرفة إلا للحاج ويوم التروية وعاشوراء وتاسوعاء وأيام البيض وأيام السود وهي أواخر الشهر وست من شوال.

"Disunnahkan berpuasa pada hari senin dan kamis, puasa 'Arafah, puasa Tarwiyah, puasa 10 dan 9 Muharram, puasa Ayyamul Bidh, puasa Ayyamus Suud pada akhir bulan dan puasa 6 hari di bulan Syawwal bagi siapa pun kecuali bagi yang melaksanakan haji."

Ulama Yang Bermazhabkan Hanafi

Di dalam mazhab Hanafi puasa Tarwiyah ini juga berstatus hukum sunnah bila diamalkan. Salah seorang ulama hanafiyah kontemporer DR. Shalah Muhammad Abul Hajj menyatakan dalam Al-Fatawanya no. 1323,

يستحب صوم الأيام الثمانية من ذي الحجة ويدخل فيها يوم التروية

"Disunnahkan juga bagi seseorang itu untuk berpuasa di hari-hari yang 8 dari bulan Dzulhijjah. Termasuklah puasa Tarwiyah ini."

Hanya saja puasa Tarwiyah ini menjadi makruh dilaksanakan bagi orang yang berhaji jika pelaksanaan puasa tersebut melemahkan fisiknya sehingga menghambat dan mengurangi efektifias ibadah haji. (Begitu yang disebutkan oleh Al-Imam Zainuddin bin Ibrahim bin Muhammad atau yang lebih familiar dengan Ibnu Nujaim Al-Hanafi dalam kitabnya Al-Bahrur Ra'iq Syarh Kanzud Daqa'iq J. 6 hal 483).

Konsep ijtihad ulama hanafiyah menjadi pelengkap dasar bagi pendapat dalam mazhab Syafi'i mengingat tidak semua orang yang berpuasa dapat bertahan di Mina ketika berlangsungnya Ihram di Mekkah.

Ulama Yang Bermazhabkan Maliki 

Tidak jauh berbeda antara para ulama Syafi'iyyah dan ulama Hanafiyah, para pembesar mazhab Malikipun juga menyatakan kesunnahan yang sama tentang puasa Tarwiyah ini. Imam Syihabuddin Ahmad bin Idris Al-Qarafi dalam kitabnya Adz-Dzakhirah Filfiqhil Maliki J. 2 hal. 530 menyatakan :

يستحب صوم تاسوعاء ويوم التروية وقد ورد صوم يوم التروية كصيام سنة

"Disunnahkan melaksanakan puasa pada tanggal 9 Dzulhijjah dan puasa Tarwiyah pada 8 Dzulhijjah karena ada riwayat yang menjelaskan puasa Tarwiyah itu sama seperti berpuasa 1 tahun."

Ulama Yang Bermazhabkan Hanbali

Dalam Mazhab Hanbali, puasa Tarwiyah ini agak lebih diadakan penekanan. Karena dalam mazhab Hanbali puasa Sunnah Tarwiyah dihukumi sunnah mu'akkad. Hal ini dapat dilihat dalam literatur khazanah klasik kepunyaan Al-Imam Ahmad bin 'Ali Al-Hanbali dalam bukunya Al-Muharrar Filfiqhil Ahmad bin Hanbal J. 1 hal. 231 bab shaumul qadha' yang mengemukakan :

ومن السنة إتباع رمضان بست من شوال وإن أفردت وصوم عشر ذي الحجة وأكده يوم التروية وعرفة كما قال فى الحديث يصوم قبل يوم عرفة رواه البخارى

"Sunnah hukumnya mengiringi puasa Ramadhan setelahnya dengan berpuasa pada 6 hari di bulan Syawwal walaupun dengan niat mengkhususkan puasa tersebut, sunnah juga berpuasa pada hari-hari bulan Dzulhijjah sejak tanggal 1 hingga tanggal 9. Adapun puasa Tarwiyah dan 'Arafah hukumnya sunnah mu'akkad atau sangat dianjurkan melaksanakannya." Sebagaimana dalam hadits bahwa Rasulullah Saw berpuasa Tarwiyah sebelum hari 'Arafah. (HR. Bukhari). 

Oleh karena itu, telah sepakat para ulama bahwa puasa Tarwiyah hukumnya sunnah dan ini tertuang dalam kitab Al-Mausu'atul Fiqhiyyatul Kuwaitiyyah J. 28 hal. 91 yang menegaskan :

إتفق الفقهاء على استحباب صوم الأيام الثمانية من أول ذي الحجة قبل يوم عرفة

"Telah sepakat para ulama tentang kesunnahan puasa pada hari yang delapan dari bulan Dzulhijjah sejak tanggal 1 Dzulhijjah termasuklah puasa Tarwiyah itu sebelum hari 'Arafah."

Hikmah Berpuasa Tarwiyah Dalam Pengamalan Bathiniyyah

Adapun hikmah puasa Tarwiyah ini jika diamalkan memiliki hikmah dan manfaat yang sangat besar karena dalil hadits memang menjelaskan dan menjanjikan hal yang demikian. Mari kita telusuri hikmah tersebut satu persatu dengan harapan kita bisa mendapatkan penghargaan yang luar biasa ini.

1. Puasa Tarwiyah adalah pendongkrak kecintaan Allah Swt kepada hamba-Nya.

Rasulullah Saw bersabda : 

ما من أيام العمل الصالح فيهن أحب إلى الله من هذه الأيام العشر، فقالوا: يارسول الله، ولا الجهاد في سبيل الله؟ قال: ولا الجهاد في سبيل الله.

"Tidak ada hari-hari, di mana amal shalih itu lebih dicintai Allah 'Azza wa Jalla daripada hari-hari ini, yakni hari pertama hingga ke 9 Dzulhijjah yang termasuk di dalamnya hari Tarwiyah. Para sahabat bertanya : "Ya Rasulallah meski berjihad fi sabilillah? Rasulullah Saw menjadi : "Iya meskipun ia berjihad fi sabilillah." (HR. Bukhari dari Ibnu 'Abbas). 

2. Hikmah Puasa Tarwiyah ini dapat menghapus dosa selama setahun. 

 مَا مِنْ أَيَّامٍ أَحَبُ إِلى اللّٰهِ أَنْ يُتَعَبَّدُ لَهُ فِيْهَا مِنْ عَشْرِ ذِي الْحِجَّةِ يُعْدَلُ صِيَامُ كُلِّ يَوْمٍ مِنْهَا بِصِيَامِ سَنَةٍ 

"Tidak ada hari-hari yang lebih disukai Allah Swt untuk digunakan buat beribadah, seperti halnya hari-hari sepuluh Dzulhijjah sejak tanggal 1 hingga tanggal 9 Dzulhijjah. Berpuasa dalam seharinya itu sebanding dengan puasa 1 tahun. (HR. Ibnu Majah dari Abu Hurairah).

Imam Al-Manawi dalam kitabnya Faidhul Qadir Syarh Jamiush Shaghir J. 4 hal. 279 memberi penguatan dengan hadits yang lain Dari Ibnu 'Abbas bahwa Rasulullah Saw bersabda :

صَوْمُ يَوْمِ التََّرْوِيةِ كَفَّارَةُ سَنَةٍ رواه أبو الشيخ فى الثواب على أعمال و إبن النجار فى التاريخ 

"Puasa di hari Tarwiyah 8 Dzulhijjah dapat melebur dosa selama satu tahun. (HR. Abu Syeikh dalam kitabnya Tsawabu 'Alal A'mal dan Ibnu Najjar dalam karyanya At-Tarikh).

3. Puasa Tarwiyah bagi pengamalnya akan mendapatkan pahala kenabian. 

Haditsnya sebagai berikut :

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " مَنْ صَامَ يَوْمَ التَّرْوِيَةِ أَعْطَاهُ اللَّهُ مِثْلَ ثَوَابِ أَيُّوبَ عَلَى بَلائِهِ ، وَإِنْ صَامَ يَوْمَ عَرَفَةَ أَعْطَاهُ اللَّهُ مِثْلَ ثَوَابِ عِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ، وَإِنْ لَمْ يَأْكُلْ يَوْمَ النَّحْرِ حَتَّى يُصَلِّيَ أَعْطَاهُ اللَّهُ ثَوَابَ مَنْ صَلَّى ذَلِكَ الْيَوْمَ ، وَإِنْ مَاتَ - إِلَى ثَلاثِينَ يَوْمًا - مَاتَ شَهِيدًا " .

Artinya :

"Dari Anas bin Malik, ia berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda : "Siapa saja yang berpuasa di hari tarwiyah (8 Dzulhijjah) maka Allah akan memberikannya pahala seperti pahalanya kesabaran Nabi Ayyub 'Alihissalam atas penyakit yang menimpanya. Siapa yang berpuasa pada hari 'Arafahnya (9. Dzulhijjah) maka Allah akan memberikannya pahalanya Nabi Isa bin Maryam (dalam mengerjakan puasa 'arafah). Jika seseorang tersebut belum makan apa-apa di hari raya Qurban sampai terlaksananya solat 'ied maka ia diberikan pahala orang yang mengerjakan solat itu. Apabila ia meninggal di tanggal berapapun itu hingga sampai tanggal 30 Dzulhijjah maka ia tergolong orang yang mati syahid."

Catatan Kecil : "Hadits di atas banyak diamalkan oleh para ulama dari Syafi'iyyah dan Hanabilah. Imam Al-Ghazali menyebutkan hadits ini dengan redaksi yang sedikit berbeda namun beresensi yang sama dalam kitabnya Mukasyafatul Qulub pada "bab Fadhlu 'Asyri Dzulhijjah" hal. 463. Redaksi yang berbeda itu :

من صام يوم التروية أعطاه الله ثواب صبر أيوب عليه السلام على بلائه ومن صام يوم عرفة نشر الله رحمته فليس أكثر من يوم عتقا منه ومن سأل الله تعالى فى يوم عرفة حاجة من حوائج الدنيا والأخرة قضاها له وصوم يوم عرفة يكفر سنة ماضية وسنة مستقبلة

Artinya :

"Siapa yang berpuasa di hari Tarwiyah (8 Dzulhijjah)  maka Allah memberikannya pahala kesabaran Nabi Ayyub atas penyakit yang menimpanya. Siapa juga yang berpuasa 'Arafah (9 Dzulhijjah) maka Allah akan menyemaikan rahmat-Nya untuk orang tersebut. Tiada yang lebih banyak kebaikan dan kemenangan yang melebihi hari 'Arafah ini. Siapa yang memohon hajat kepada Allah pada hari 'Arafah baik itu hajat di dunia maupun di akhirat maka pasti Allah mengabulkan permohonannya itu. Dan puasa 'Arafah itu menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang." 

Syeikh Abu Anas 'Adil bin Sa'id bin Muhammad bin Muthawwi' dalam kitabnya Tahqiq Ahaditsil Mukasyafah menyatakan : "Hadits ini diriwayatkan juga oleh Ibnu 'Arraq dalam kitabnya Tanzih Asy-Syari'ah Al-Marfu'ah (2/165) ia mengisyaratkan hadits ini merupakan riwayat dari Imam Ad-Dailami dalam kitab haditsnya Musnad Al-Firdaus. 

Hadits ini juga disebutkan oleh Al-Imam 'Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah (Ulama Hanabilah)  dalam kitabnya "Fadhlu Tarwiyah wa 'Arafah".

Redaksi hadits yang berbeda biasanya menjadi alternatif yang sah untuk saling melengkapi keabsahan sebuah hadits tersebut. Riwayat yang berbeda di dalam ilmu Mushthlahul Hadits sering sekali menjadi Syawahid atau hadits pendukung untuk mengamankan dalam pengamalan atau hujjah. Ditambah lagi, pengamalan puasa Tarwiyah sudah berabad-abad dilaksanakan oleh orang "Awwam hingga para Ulama Al-'Amilin tanpa ditemukan adanya larangan untuk menunaikan puasa Tarwiyah ini. Dari hadits dan pengamalan yang dilakukan dapatlah memantapkan hati kita untuk tidak meragukan validitas pengamalan puasa Tarwiyah ini. Pola ihtiyath yang disebutkan oleh para ulama untuk berjaga-jaga antara 8 atau 9 Dzulhijjah tak ayal menjadi kepastian dan tersimpannya kandungan hikmah yang mendalam bagi siapa saja yang ikhlas mempuasakan 8 Dzulhijjah ini. Ini juga menambah referensi kita untuk jangan sampai melewatkan ibadah puasa yang sangat bernilai ini bagi siapa saja yang mau melaksanakannya tanpa merasa terbebani sedikitpun. 

Setelah saya mempelajarinya secara apik dan mendalam, saya masuk dalam sebuah ranah batin yang menyingkapi tentang kedahsyatan fadhilah puasa Tarwiyah yang jarang disampaikan dalam buku ataupun ceramah secara lengkap. Saya suguhkan hidangan lezat manfaat puasa Tarwiyah ini bagi para pecinta "shaum sunnah" dalam bentuk torehan tulisan ini dengan harapan agar kita menjadi hamba Allah Swt yang dicintainya. Dan juga mestilah bagi kita untuk mencari dan menggali rahasia yang lebih banyak lagi dan lagi lewat puasa Tarwiyah ini.

Ahsanakumullahul hal abadan,
Sang Pecinta Kedamaian : Al-Ustadz Miftahul Chair  S.Hi. MA.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hadits Palsu (2) Wanita Di Neraka Selama 70000 Tahun Gara-Gara 1 helai Rambutnya Terlihat Lelaki Yang Bukan Mahramnya

Nabi Adam Menggunakan Bahasa Suryani Tidak Bahasa Arab (Bahasa Pertama Di Dunia)

Sunnah Zikir Tahlil Sambil Menggeleng-Gelengkan Kepala