Islam Mendamaikan (Konsep Fana)

Ceramah Aktual : Islam Mendamaikan (Fanaa' Dalam Islam)

By. Ustadz H. Miftahul Chair, S.Hi. MA.

Pada 9 Februari 2020 saya telah menyampaikan kisi-kisi ceramah saya tentang makna Islam di akun Fb saya. Tadi malam tepatnya 27 Februari 2020, saya memberikan materi tentang Islam mendamaikan di Majelis At-Taqwa.

Adapun yang belum saya sampaikan adalah tentang fanaa' dalam beragama yang menjadi sumber ketenangan di dalamnya.

Saya menggunakan literatur Lathaiful Isyarat di mana Imam Al-Qusyairi Rahimahullah mengungkapkan penjelasan beliau tentang ber-Islam,

من لم يفنى شهود الكل لم يصل إلى من به الكل

Maknanya : "Siapa yang belum memfanaakan diri dalam menyaksikan segala sesuatu maka berarti dia belum sampai pada siapa dibalik sesuatu itu."

Fanaa' arti dasarnya adalah lenyap, hilang, merasa ketiadaan. Redaksinya juga bermakna finaa' yang artinya halaman luas.

Sedangkan secara terminologi fanaa' itu saya sebut dengan merasa tiada bersama yang ada. Atau istilah lainnya adalah syuhudu afa'aalir rububiyyah (menyaksikan perbuatan Tuhannya).

Muhyiddin Ibnu Arabi dalam kitabnya Mushthalatush Shufiyyah menyebutkan fanaa' adalah ru'yatul 'abdi li 'illatin (penyaksian hamba terhadap Tuhannya dengan illat atau fakta alasan).

Jadi intinya adalah internalisasi dalam Islam tidak berkutat pada dogma syariat yang sering menimbulkan ikhtilaf yang berujung kepada khilaf.

Lebih jauh dari itu ketika dia berpijak pada dasar teoritis syar'i, dia harus menemukan alasan-alasan itu, Dia harus lenyap dari Islam dalam jiwanya berbaur dengan af'aal Rabbnya.

Dia menghilang dalam ketiadaan Islam menuju pada perbuatan-perbuatan yang bermakna. Dia tidak melihat dirinya lagi sebagai penganut yang melabelisasi dirinya sebagai orang Islam tapi Islam adalah perbuatan bukan label atau merek.

Dia tidak sedang berproses tapi berakses menerima Islam sebagai akhlak bukan agama. Karena dia menyadari bahwa Allah adalah Tuhan yang tidak beragama. Sehingga dalam keseharian dia tidak memandang dirinya sebagai muslim tapi sebagai manusia yang berintegrasi dengan manusia lainnya tanpa memandang apa agama seseorang itu.

Itulah sebabnya ketika Nabi menceritakan ada pelacur yang masuk surga hanya karena memberikan minum kepada seekor anjing, tapi tidak satu pun riwayat itu menjelaskan agama apa yang dianut oleh perempuan tersebut.

Ini jelas sekali antara akhlak dan perbuatan Tuhan adalah 2 hal yang koheren bukan labeling yang membuat sebuah ajaran menjadi hajaran ketika seseorang menganggap agamanya saja yang paling benar atau hanya dia saja yang mendapat petunjuk sehingga dia menghajar orang-orang yang tak sepemahaman dengannya.

Islam dasarnya adalah tauhid dan puncaknya adalah kemanusiaan.

#ustadzmiftahcool #ceramahlucu #inpirasi

Sang Pecinta Kedamaian : Ustadz Miftah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hadits Palsu (2) Wanita Di Neraka Selama 70000 Tahun Gara-Gara 1 helai Rambutnya Terlihat Lelaki Yang Bukan Mahramnya

Nabi Adam Menggunakan Bahasa Suryani Tidak Bahasa Arab (Bahasa Pertama Di Dunia)

Sunnah Zikir Tahlil Sambil Menggeleng-Gelengkan Kepala