Dalil-Dalil Jernih Tidak Wajibnya Memakai Jilbab Menurut Alquran & Hadits Shahih

Dalil-Dalil Jernih Tidak Wajibnya Memakai Jilbab Menurut Alquran & Hadits Shahih

Oleh : Al-Ustadz Miftahul Chair, S.Hi. MA.
Genre : Fikih Islami

Bacalah tulisan ini sampai tuntas sehingga tidak salah paham. Tidak langsung memvonis sesat atau liberal, karena pendapat ini bersumber dari Ayat-ayat Allah dan Hadits-hadits Rasulullah Sayyidinaa Muhammad Saw. Jika Anda langsung memvonis sesat atau mengkafirkan orang dan masuk neraka maka Anda pada hakikatnya telah menuduh Rasul, para sahabat dan ulama terdahulu berbuat demikian.

Dalil Jelas Bahwa Jilbab Tidak Wajib Secara Hukum & Asas

Ayat berikut ini saya sajikan, di mana ayat ini diklaim oleh sebahagian orang bahwa jilbab itu wajib, padahal justru ayat ini merupakan menjelaskan tidak wajibnya jilbab atau hijab. Kewajiban itu berlaku secara kondisional dengan syarat tertentu dan untuk siapa itu ditujukan. Allah Swt berfirman :

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

Maknanya : "Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. Al-Ahzab : 59).

Ayat ini tidak boleh ditafsirkan secara manual atau mengutip terjemahannya saja. Dalam melihat ayat harus dilengkapi dengan dalil seperti hadits dan pernyataan para ulama baik mufassir maupun fuqaha'.

Ayat Ini Dikhususkan memakai Jilbab Kepada Istri-Istri Rasulullah Bukan Kepada Wanita yang beriman Atau Budak, Namun Para Ulama Berbeda Pendapat Apakah Wajibnya Hijab/Jilbab Untuk Istri Rasulullah Saw.

Mari kita ikuti pendapat para ulama dalam hal ini, Imam Ath-Thahir Ibnu Asyur dalam kitabnya At-Tahrir Wat Tanwir bab Surat Al-Ahzab jilid 22 hal. 92 menjelaskan ayat di atas,

قال الطاهر بن عاشور (وهو من كبار الفقهاء المالكيّة) : (وهذه الآية (آية الحجاب) مع الآية التي تقدمتها من قوله (يانساء النبي لستنّ كأحد من النساء) تحقق معنى الحجاب لأمهات المؤمنين المركب من ملازمتهن بيوتهن وعدم ظهور شيء من ذواتهن حتى الوجه والكفين، وهو حجاب خاص بهن لا يجب على غيرهنّ (تأمّل في هذا التصريح الواضح)، وكان المسلمون يقتدون بأمهات المؤمنين ورعاً وهم متفاوتون في ذلك حسب العادات).

Maknanya : "Dari ayat ini bersamaan dengan ayat yang akan disampaikan dari Firman Allah surat Al-Ahzab ayat 32, Wahai istri-istri Nabi kalian itu berbeda seperti wanita kebanyakan, validitas makna hijab bagi ummul mu'minin istri Rasulullah termanagemen dari kelaziman mereka berada di rumah dan tidak memperlihatkan sisi kehidupannya secara dzahir sampai-sampai wajah dan kedua telapak tangan mereka. Hijab/jilbab itu dikhususkan kepada istri-istri Rasulullah saja dan tidak wajib kepada selain mereka. Adapun orang-orang Islam meniru istri-istri Rasulullah Saw menurut keadaan atau modesty, mereka gunakan pada saat-saat tertentu menurut kebiasaan."

Perhatikan kata Imam Ath-Thahir di atas "bahwa jilbab itu hanya berlaku untuk istri Rasulullah Saw dan tidak wajib kepada wanita selain mereka". Dalam sebuah hadits, disebutkan :

أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ أَخْبَرَهُ : أَنَّ امْرَأَةً مِنْ خَثْعَمَ اسْتَفْتَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ ، وَالْفَضْلُ بْنُ عَبَّاسٍ رَدِيفُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَقَالَتْ : يَا رَسُولَ اللَّهِ , إِنَّ فَرِيضَةَ اللَّهِ فِي الْحَجِّ , أَدْرَكَتْ أَبِي شَيْخًا كَبِيرًا لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يَسْتَوِيَ عَلَى الرَّاحِلَةِ ، فَهَلْ يَقْضِي عَنْهُ أَنْ أَحُجَّ عَنْهُ ؟ فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " نَعَمْ " , فَأَخَذَ الْفَضْلُ بْنُ عَبَّاسٍ يَلْتَفِتُ إِلَيْهَا ، وَكَانَتْ امْرَأَةً حَسْنَاءَ ، فَأَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْفَضْلَ ، فَحَوَّلَ وَجْهَهُ مِنَ الشِّقِّ الْآخَرِ

Maknanya : "Ibnu 'Abbas mengabarkan, bahwa seorang wanita dari Bani Khats'am meminta fatwa kepada Rasulullah Saw pada haji Wada', sementara saat itu ada Fadhl bin 'Abbas asisten Rasulullah Saw. Wanita tadi berkata : Ya Rasulallah, sesungguhnya Allah mewajibkan Haji pada hamba-Nya, ayahku saat ini sudah tua sekali, tidak bisa menaiki tunggangan, apakah aku bisa menggantikan kewajiban haji dengan aku yang mengerjakannya. Rasulullah Saw bersabda : Ya, bisa. Pada saat itu Fadhl bin Abbas tidak henti-hentinya memandangi wanita tersebut karena kecantikannya yang luar biasa. Rasulullah pada saat itu menyuruh Fadhl untuk mengalihkan wajahnya ke arah lain supaya tidak memandanginya terus-menerus." (HR. Bukhari bab qaulullah ta'aala ya ayyuhalladzina aamanu laa tadkhuluu buyuutan No. 5760 dan An-Nasa’i dalam As-Sunan Al-Kubra bab hajjul mar'ah 'anir rajuli No. 3622).

Hadits ini menunjukkan bahwa Fadhl melihat wanita yang sangat cantik sekali tanpa jilbab sebagaimana hadits menceritakan, dan tentunya karena ini haji wada' ayat tentang hijab sudah lebih dahulu diturunkan. Kata Hasnaa' adalah bentuk shifatul musabbahah Bil ismil faa'il yakni makna berlebih-lebihan atau hiperbolik. Melihat wanita dengan hijab tentunya tidak seutuh melihatnua tanpa hijab. Orang bisa melihat wanita itu cantik dengan jilbabnya. Tapi kalau sudah cantik sekali berarti paling tidak dia melihat rambut, telinga dan leher wanita tersebut tanpa mengenakan jilbab. Rasulullah Saw tidak mengomentari apa-apa wanita yang tidak memakainya. Itulah alasannya Ibnu Baththal (wafat : 449 H) dalam kitabnya Syarah Shahihil Bukhari bab tarkhisun Nabi, jilid 6, hal. 43 dan bab qauluhu ta'aala ya ayyuhalladzina aamanu laa tadkhuluu buyuutan jilid 9, hal. 11,

الحجاب ليس بفرض على نساء المؤمنين وإنما هو خاص لازواج النبي صلى الله عليه وسلم...وفيه أن نساء المؤمنين ليس لزوم الحجاب لهم فرضا في كل حال كلزومه لازواج النبي لو لزم جميع النساء فرضا لأمر النبي الخثعمية بالاستتار

Maknanya : "Hijab atau jilbab itu tidak wajib bagi perempuan beriman, sesungguhnya hak itu dikhususkan kepada istri-istri Rasulullah saja...Pada Hadits di atas menunjukkan bahwa jilbab itu tidak wajib atau ditekankan kepada para wanita dalam segala kondisi sebagaimana keharusan berjilbab khusus kepada istri Rasulullah. Kalaulah seluruh wanita wajib menggunakannya, sudah pasti Nabi menyuruh wanita Bani Khats'am itu menutup atau memakai jilbab tersebut."

Imam Ahmad juga menyatakan bahwa hijab itu dikhususkan untuk istri Rasulullah Saw saja sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al-Mughni bab nadzhrul mar'ah ilar rajul jilid 7, hal. 106,

قال الأثرم قلت لأبي عبد الله (يقصد أحمد بن حنبل) كأنّ حديث نبهان:” أفعمياوان أنتما” لأزاواج النبي خاصة”، وحديث فاطمة بنت قيس “اعتدّي عندي ابن أم مكتوم” لسائر الناس؟ قال الإمام أحمد: نعم.

Maknanya : "Al-Atsram berkata, Aku menanyakan kepada Imam Ahmad bin Hanbal,  hadits Dari Nabhan itu kan untuk istri Rasulullah Saw saja, sedangkan hadits Fathimah binti Qais untuk seluruh manusia kan? Imam Ahmad bin Hanbal menjawab : iya."

Pernyataan ini, menunjukkan hadits Nabhan bercerita kalau istri Rasulullah yakni Ummu Salamah dan Hafshah bersama Ibnu Maktum seorang tua yang buta, lalu Rasulullah Saw menyuruh mereka tetap berjilbab. Sedangkan Hadits Fathimah, Rasulullah Saw menyuruh dia menanggalkan bajunya boleh saja di hadapan Ibnu Maktum karena dia tak dapat melihat, itulah dalil yang dikemukakan bahwa bolehnya wanita yang bukan istri Rasulullah tidak berjilbab.

Demikian Imam Ibnu Hajar Al-'Asqalani menyebutkan dalam kitab Fathul Baari Bi Syarhi Shahihil Bukhari bab qauluhu ta'aala ya ayyuhalladzina aamanu laa tadkhuluu buyuutan jilid 8, hal. 530 menyatakan,

قال عياض فرض الحجاب مما اختصصن به فهو فرض عليهن بلا خلاف فى الوجه والكفين

Maknanya : "'Iyadh berkata, kewajiban hijab hanya dikhususkan tersendiri untuk istri-istri Rasulullah Saw baik wajah dan kedua telapak tangan mereka tanpa adanya perbedaan."

Sebab-sebab Turunnya Surat Al-Ahzab : 59 Bukan Kewajiban Jilbab

Mengapa ayat ini diturunkan, untuk itu Asbabun Nuzul pada ayat ini coba saya ketengahkan, Ahli hadits dan tafsir terkemuka Imam Ibnu Abi Hatim (W 327 H) dalam kitabnya Tafsirul Quranil 'Adzhim Musnadan 'Anir Rasulillah Saw Wash Shahabah Wat Tabi'in bab Surat Al-Ahzab jilid 12, hal. 3,

كَانَ نَاس مِنْ فُسَّاق أَهْل الْمَدِينَة يَخْرُجُونَ بِاللَّيْلِ حِين يَخْتَلِط الظَّلَّام إِلَى طُرُق الْمَدِينَة فَيَعْرِضُونَ لِلنِّسَاءِ وَكَانَتْ مَسَاكِن أَهْل الْمَدِينَة ضَيِّقَة فَإِذَا كَانَ اللَّيْل خَرَجَ النِّسَاء إِلَى الطُّرُق يَقْضِينَ حَاجَتهنَّ فَكَانَ أُولَئِكَ الْفُسَّاق يَبْتَغُونَ ذَلِكَ مِنْهُنَّ فَإِذَا رَأَوْا الْمَرْأَة عَلَيْهَا جِلْبَاب قَالُوا هَذِهِ حُرَّة فَكَفُّوا عَنْهَا فَإِذَا رَأَوْا الْمَرْأَة لَيْسَ عَلَيْهَا جِلْبَاب قَالُوا هَذِهِ أَمَة فَوَثَبُوا عَلَيْهَا

Maknanya : "Sebab turunnya ayat ini, di kota Madinah banyak manusia berandalan, ketika malam tiba dan berselimutkan kegelapan mereka orang-orang jahat itu menelusuri jalan-jalan kota Madinah, mereka melecehkan para wanita yang lewat. Para wanita yang lewat itu adalah wanita-wanita yang miskin, mereka melintasi jalan itu karena mencari kebutuhan hidup. Para berandalan itu selalu mengikuti mereka. Makanya jika mereka melihat wanita tersebut mengenakan jilbab, mereka berkata, ini wanita merdeka, tahanlah diri kalian untuk tidak menggangu mereka. Tapi kalau ada wanita yang tidak memakai jilbab, mereka berkata ini wanita budak lalu mereka melompat untuk memperkosanya."

Ketika ayat 59 surat Al-Ahzab ini turun, Umar langsung bereaksi, sebagaimana yang saya ambil keterangannya dalam Kitab Ad-Durrul Mantsur Fi Tafsiril Quran Bil Ma'tsur bab 59, jilid 6, hal, 660 Imam As-Suyuthi menyebutkan sebuah atsar,

وأخرج ابن أبي شيبة وعبد بن حميد عن أنس رضي الله عنه قال رأى عمر رضي الله عنه جارية مقنعة فضربها بدرته وقال ألقي القناع لا تشبهين بالحرائر

Maknanya: "Diriwayatkan oleh Imam Ibnu Abi Syaibah dan 'Abd bin Humaid dari Anas Radhiyallahu 'Anhu, Umar melihat seorang budak wanita memakai jilbab lalu ia memukul budak tersebut dengan tongkanya sembari berkata : tanggalkan jilbabmu dan janganlah berpakaian seperti wanita merdeka."

Keterangan di atas menjelaskan kepada para pembaca bahwa jilbab pada awalnya tidak wajib kepada wanita mana pun, ayat di atas bukanlah perintah karena tidak ada "amr" tapi anjuran memakai jilbab karena kondisi kota Madinah waktu itu tidak aman banyak terjadi pelecehan seksual dan pemerkosaan. Tentunya di masa sekarang keadaan sudah aman dan memakai jilbab tidak wajib lagi. Di sinilah berlakunya perubahan elastisitas hukum, sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Syuja' (wafat : 592 H) dalam kitabnya Taqwimun Nadzhar bab Al-Lauhah jilid 4, hal. 362,

تغير الأحكام لاختلاف حال المحل

Maknanya : "Berubahnya hukum karena perbedaan situasi tempat."

Jilbab Dalam Perspekti Islam

Secara singkat terjadi perbedaan pendapat mengenai pemakaian jilbab. Ada dua pendapat,

Pertama, Imam Ibnu Jarir menjelaskan,

أن تقنع وتشهد علي جبينها

Maknanya : "Wanita menyelubungi wajahnya dengan kain dan menutupi keningnya."

Jilbab model seperti ini dapat sering kita melihatnya sebagaimana yang dipakai oleh wanita.

Kedua, Imam Ibnu Katsir Rahimahullah dalam kitabnya Tafsirul Quranil 'Adzhim jilid 6, hal. 481 menjelaskan,

والجلباب هو الرداء فوق الخمار قاله ابن مسعود وعبادة وقتادة والحسن البصري وسعيد بن جبير وإبراهيم النخعي وعطاء الخراساني وغير واحد وهو بمنزلة الإزار اليوم

Maknanya : "Jilbab itu adalah selendang di atas kerudung, ini merupakan penjelasan sahabat Rasulullah Saw Ibnu Mas'ud, 'Ubadah، Qatadah,  Hasan Bashri, Sa'id bin Jubair, Ibrahim An-Nakh'i,  Atha' Al-khurasani dan lain-lain yang dikenakan sehari-hari seperti sarung."

Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali dalam kitabnya Syarah Shahihil Bukhari bab wujubish shalah fits tsiyab jilid 2, hal. 138 menjelaskan cara memakai jilbab,

والجلباب هو الرِّدَاءُ، ومَعْنَى ذَلِكَ: أنَّه للمَرأةِ كالرِّداءِ للرَّجُلِ، يَسْتُرُ أعَلاهَا، إلَّا أنَّه يُقنّعُها فَوقَ رَأسِها، كَمَا يَضَع ُالرَّجلُ رِداءَهُ على مَنْكَبَيْهِ

Maknanya : "Jilbab bermakna selendang yang digunakan seperti laki-laki menutupi bagian atas, atau juga yang diletakkan di atas kepala sebagaimana juga seorang laki-laki meletakkan selendangnya di kedua bahunya."

Model jilbab seperti ini banyak digunakan wanita di masa Rasulullah Saw, di masa orang-orang tua kita dahulu. Mereka gunakan menutupi kepalanya saja. Atau mereka letakkan di bahu dengan rambut terbuka. Di Indonesia masih banyak yang seperti ini, Apalagi di India dan Pakistan mayoritas wanitanya memakai selendang di bahunya saja.

Dengan makna jilbab adalah selendang maka jelas rambut, telinga, leher atau semua bagian kepala bukanlah aurat baik itu wanita merdeka atau budak di masa Rasulullah Saw. Oleh karena itu Imam An-Nawawi Rahimahullah dalam kitabnya Al-Majmu' Syarhul Muhadzdzab kitabush shalah, jilid 3, hal. 175 menjelaskan,

قال الشيخ أبو حامد وغيره : وأجمع العلماء على أن رأس الأمة ليس بعورة مزوجة كانت أو غيرها إلا رواية عن الحسن البصري أن الأمة المزوجة التي أسكنها الزوج منزله كالحرة والله أعلم

Maknanya : "Syeikh Abu Hamid Al-Ghazali dan para ulama selain beliau mengatakan, Telah sepakat (ijma') ulama bahwa kepala seorang budak wanita yang dinikahi atau kepala selainnya dari wanita merdeka tidaklah aurat. Berbeda pendapat Imam Hasan Al-Bashri menyatakan bahwa hanya budak wanita yang dinikahilah yang kepala atau rambutnya tidak aurat seperti wanita merdeka kedudukannya."

Rambut pada dasarnya tidak aurat. Namun pada saat solat rambut tersebut ditutup dengan khimar atau jilbab sebagaimana yang dikatakan oleh Syeikh Muhammad Sa'id Al-'Asymawi dalam kitabnya Haqiqatul Hijab,

يتعارض مع هذا الحديث حديث آخر روى عن النبى :" لا تقبل صلاة الحائض إلا بخمار " وهو حديث آحاد كسابقه أخرجه أبو داود ( مخرج الحديث السابق ) كما أخرجه ابن حنبل وابن ماجه والنرمذى, وهذا الحديث يعنى أن الأصل لم يكن أن تضع المرأة غطاء على شعرها, فى كل وقت, ولكنه يطلب منها أن تضع خمارًا على رأسها وقت الصلاة فقط

Maknanya : "Secara dzahir hadits ini bertentangan dengan hadits y yang lain, Rasulullah Saw bersabda : "Tidak diterima wanita yang solat kecuali dengan kerudung atau jilbab menutupi kepalanya." Hadits ini bukanlah mengindikasikan bahwa menutup rambut wajib setiap waktu, akan tetapi khusus menutupi rambut hanya pada solat saja."

Makanya rambut bukan aurat di luar solat, itulah alasannya tidak diwajibkan jilbab. Menutup aurat itu wajib, aurat di sini adalah kesopanan. Istri saya memakai mukena ketika solat dan tidak menggunakan jilbab saat keluar jalan-jalan, di rumah dll.

Keduanya tidak wajib digunakan, tapi kalau ada yang mengklaim bahwa dia adalah wanita shalihah karena memakai jilbab atau cadar yang sempurna, ini sangat berbahaya apalagi dia merasa dia yang masuk surga dengan merendahkan orang yang model jilbabnya berbeda dengan dia. Bisa jadi dia yang masuk neraka. Oleh karena itu, Keshalehan perempuan bukan dinilai dari jilbabnya tapi mutlak adalah jiwa atau hatinya yang baik karena para ulama membedakan makna jilbab itu.

Dalil-Dalil Lain Di Masa Rasulullah Para Wanita Sudah Biasa Tidak Berjilbab

Mari kita lihat Dalil-Dalil berikut ini,

ابن عُمَرَ أَنَّهُ أَبْصَرَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصْحَابَهُ يَتَطَهَّرُونَ وَالنِّسَاءُ مَعَهُمْ مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ كُلُّهُمْ يَتَطَهَّرُ مِنْهُ

Maknanya : Ibnu 'Umar melihat secara langsung Rasulullah Saw dan para sahabatnya berwudhu bersama-sama para wanita dari satu bejana, masing-masing mereka berwudhu dengan satu bejana itu." (HR. Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya bab dzikrud dalil No. 121)

عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ قَالَ : كَانَ الرِّجَالُ وَالنِّسَاءُ يَتَوَضَّئُونَ فِي زَمَانِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَمِيعاً

Maknanya : "Abdullah bin 'Umar berkata, para pria dan para wanita berwudhu bersama-sama di masa Rasulullah Saw." (HR. Bukhari bab Wudhu'ir rajul ma'a imra'atihi).

Mereka berwudhu secara bersama-sama dalam satu wadah, sebagaimana yang diterangkan dalam sebuah hadits,

كُنَّا نَتَوَضَّأُ نَحْنُ وَالنِّسَاءُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ نُدْلِي فِيهِ أَيْدِيَنَا

Maknanya : "Kami berwudhu bersama-sama para wanita di masa Rasulullah Saw dalam satu bejana yang kami timbakan air di dalamnya." (HR. Abu Dawud bab Al-Wudhu bifadhli wudhu'il mar'ah No. 73).

Begitu indahnya masa generasi Islam di masa Rasulullah ini sampai dengan sekarang, Dari hadits-hadits di atas, memiliki indikasi bahwa Islam itu tidak kaku, mereka laki-laki dan perempuan berwudhu bersama-sama, itu berarti para lelaki melihat anggota wudhu perempuan tanpa ada halangan dan tentunya kita harus berpositif thingking dalam masalah ini. Bahkan karena sangkin rapatnya kondisi berwudhu pada waktu itu, tangan Rasulullah Saw pun tersentuh dengan tangan seorang wanita yakni Ummu Shabiyyah sebagaimana dalam hadits berikut :

أُمِّ صُبَيَّةَ ، قَالَتْ : " اخْتَلَفَتْ يَدِي وَيَدُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , فِي إِنَاءٍ وَاحِدٍ فِي الْوُضُوءِ "

Maknanya : "Dari Ummu Shabiyyah,  dia berkata : tersentuh tanganku secara bergantian dengan tangan Rasulullah Saw pada saat berwudhu di satu bejana atau wadah." (HR. Ahmad No. 26438).

Dhayif Hamzah Dhayif menyatakan,

وللبخاري من طريق مالك عن نافع عن عبد الله بن عمر أنه قال:” كان الرجال والنساء يتوضؤن في زمان رسول الله جميعاً”، وزاد أبو داوود من طريق حماد عن أيوب عن نافع : “من الإناء الواحد جميعاً”. ومن طريق عبيد الله عن نافع، بلفظ : “كنا نتوضأ نحن والنساء على عهد رسول الله من إناء واحد ندلي فيه أيدينا”. وليس خافياً على التقدير الشخصي لكل واحد فينا، أن الوضوء للصلاة يفرض تعرية الرأس والوجه والشعر والمرفقين والرجلين، وبالتالي ليس هنالك ما يمنع أساساً من تعريتهم في الحالة العاديّة، مادام التحضّر للصلاة يجيز هذا الاختلاط والكشف، وجملة (في زمان رسول الله)

Maknanya : "Hadits Bukhari, hadits-hadits tambahan riwayat Abu Dawud bahwa Para Sahabat, para wanita berwudhu bersama-sama bukanlah ada unsur kekhawatiran secara nilai individu kalau berwudhu dalam satu bejana (tong besar). Berwudhu secara esensial wajib membuka wajah, rambut, tangan, siku dan kaki, hadits di atas secara asasi tidak melarang membiarkan wajah dan kesemua anggota tubuh dalam wudhu terbuka menurut kebiasaannya ketika hendak solat boleh saja bergabung laki-laki dan perempuan dan membuka anggota wudhunya sebagaimana yang terjadi di masa Rasulullah Saw."

Ada sebahagian ulama menyatakan bahwa hadits ini diturunkan sebelum perintah hijab bagi perempuan, sehingga setelah turun ayatnya diharamkan berwudhu bareng karena tidak memakai hijab. Pendapat ini kurang tepat karena tidak ada dalam hadits bahwa ada keterangan bahwa wudhu bareng laki-laki dan perempuan sebelum turunnya ayat jilbab. Sebelum turunnya ayat hijab atau setelahnya keduanya dibolehkan. Imam An-Nawawi Rahimahullah dalam kitabnya Shahih Muslim Bi Syarhin Nawawi bab al-qadrul mustahab minal mas'alatul jilid 4, hal. 2 menjelaskan,

وَأَمَّا تَطْهِيرُ الرَّجُلِ وَالْمَرْأَةِ مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ فَهُوَ جَائِزٌ بِإِجْمَاعِ الْمُسْلِمِينَ لِهَذِهِ الْأَحَادِيثِ الَّتِي فِي الْبَابِ وأما تطهير المرأة بفضل الرجل فائز بالإجماع أيضا وأما تطهير الرجل بفضلها فهو جائز عندنا

Maknanya : "Adapun berwudhu'nya laki-laki dan perempuan dalam satu bejana, hukumnya boleh menurut  Ijma berdasarkan hadits-hadits yang tersendiri dalam babnya. Berwudhu'nya wanita dengan bekas wudhu' laki-laki maka itu boleh menurut ijma', demikian pula berwudhu'nya pria dengan bekas air wudhu'ny perempuan  juga boleh menurut kami dalam mazhab Syafi’i."

Semoga bermanfaat.

Sang Pecinta Kedamaian : Ustadz Miftahul Chair, S.Hi. MA.

Komentar

  1. Kalau boleh tau sumber tulisannya dari mana ustad? Barangkali ada kitab/buku yang bisa saya baca.

    BalasHapus
  2. Diayat diatas jelas disebut "dan istri istri orang mukmin"...
    Jd berjilbab bukan untuk istri2 nabi saja..tapi juga seluruh istri2 org Islam...anda Islam.?

    BalasHapus
  3. https://islam.nu.or.id/post/read/115762/pemakaian-jilbab-bagi-muslimah-menurut-ibnu-asyur semoga Allah memberi hidayah pada Anda dan kita semua. Bermodal lulusan S2 masih belum cukup utk berfatwa kecuali Anda berfatwa bersama2 para ulama.

    BalasHapus
  4. يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ

    “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan ISTRI-ISTRI ORANG MUKMIN: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka“
    (QS. Al Ahzab: 59).

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hadits Palsu (2) Wanita Di Neraka Selama 70000 Tahun Gara-Gara 1 helai Rambutnya Terlihat Lelaki Yang Bukan Mahramnya

Nabi Adam Menggunakan Bahasa Suryani Tidak Bahasa Arab (Bahasa Pertama Di Dunia)

Sunnah Zikir Tahlil Sambil Menggeleng-Gelengkan Kepala