Membagikan Daging Kurban Mentah Afdhal Bahkan Wajib Daripada Membagi Yang Dimasak

Membagikan Daging Kurban Mentah Afdhal Bahkan Wajib Daripada Membagi Yang Dimasak

Oleh : Al-Ustadz H. Miftahul Chair, S.Hi. MA
Genre : Fikih Islami 

Memberi daging kurban dalam keadaan masak tidaklah dianjurkan dalam agama. Yang paling afdhal adalah memberi daging qurban dalam keadaan mentah bahkan ini sudah sampai jatuh wajib hukumnya karena membagikannya dalam keadaan mentah agar penerima kurban secara spiritual merasakan tersentuhnya daging, darah bagian tubuh hewan kurban yang masih segar bagi penerima walaupun bukan dia yang berkurban.

Sedangkan memasaknya akan menghilangkan esensi itu. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw,

مَا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ مِنْ عَمَلٍ أَحَبَّ إلَى اللهِ تَعَالَى مِنْ إرَاقَةِ الدَّمِ، إنَّهَا لَتَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَظْلَافِهَا، وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنْ الْأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا

Maknanya : “Tidaklah anak cucu Adam beramal di hari Nahar yang lebih disukai Allah dari pada mengalirkan darah (kurban). Sesungguhnya binatang kurban datang di hari kiamat dengan tanduk dan kukunya. Sesungguhnya darahnya jatuh pada tempat yang tinggi atas ridloNya sebelum jatuh ke tanah. Maka ikhlaskanlah hati kalian dalam berkurban,” (HR. Tirmidzi dan Hakim).

Para ulama telah memberikan syarat khusus akan kewajiban membagikan hewan kurban dalam keadaan mentah bukan olahan atau dimasak dan hikmah dari itu.

Syekh Muhammad bin Ahmad Ar-Ramli dalam kitabnya Nihayatul Muhtaj jilid 8 hal. 142 menegaskan :

وَيَجِبُ دَفْعُ الْقَدْرِ الْوَاجِبِ نِيئًا لَا قَدِيدًا

Maknanya : “Wajib memberikan kadar daging yang wajib disedekahkan dalam bentuk mentah, bukan dalam bentuk dendeng.”

Yang ditujukan langsung adalah daging hewan qurban yang diberikan atau disedekahkan langsung sebahagiannya. Karena jika dimasak maka fakir miskin hanya mendapat 1 atau 2 potong saja tidak maksimal yang didapat.

Syekh Khathib al-Syarbini mengatakan:

(وَالْأَصَحُّ وُجُوبُ التَّصَدُّقِ بِبَعْضِهَا) وَلَوْ جُزْءًا يَسِيرًا مِنْ لَحْمِهَا بِحَيْثُ يَنْطَلِقُ عَلَيْهِ الِاسْمُ عَلَى الْفُقَرَاءِ،

Maknanya : “Menurut pendapat al-Ashah (yang kuat), wajib menyedekahkan sebagian kurban, meski bagian yang sedikit dari dagingnya, sekiranya bisa disebut pemberian daging (yang layak), kepada orang fakir, meski satu orang.

Diberikan dalam keadaan mentah supaya orang-orang fakir dan miskin dapat merasakan nikmat daging kurban itu secara optimal, karena mereka pastinya tidak ingin hanya memakannya dalam keadaan masak tapi bisa dijual oleh mereka atau untuk penggunaan yang lain. Mari kita ikuti ijtihad dari Syeikh Khatib Asy-Syarbaini selanjutnya,

وَيُشْتَرَطُ فِي اللَّحْمِ أَنْ يَكُونَ نِيئًا لِيَتَصَرَّفَ فِيهِ مَنْ يَأْخُذُهُ بِمَا شَاءَ مِنْ بَيْعٍ وَغَيْرِهِ كَمَا فِي الْكَفَّارَاتِ، فَلَا يَكْفِي جَعْلُهُ طَعَامًا وَدُعَاءُ الْفُقَرَاءِ إلَيْهِ؛ لِأَنَّ حَقَّهُمْ فِي تَمَلُّكِهِ لَا فِي أَكْلِهِ وَلَا تَمْلِيكُهُمْ لَهُ مَطْبُوخًا

Maknanya : “Disyaratkan di dalam daging (yang wajib disedekahkan) harus mentah, supaya fakir/ miskin yang mengambilnya leluasa mentasarufkan dengan menjual dan sesamanya, seperti ketentuan dalam bab kafarat (denda), maka tidak cukup menjadikannya masakan (matang) dan memanggil orang fakir untuk mengambilnya, sebab hak mereka adalah memiliki daging kurban, bukan hanya memakannya. Demikian pula tidak cukup memberikan hak milik kepada mereka daging yang telah dimasak.”

Selain itu pula tujuan memberi daging hewan kurban dalam keadaan mentah untuk menepis niat-niat kotor dari panitia hewan kurban yang banyak terjadi seperti sekarang ini dijual panitia untuk kepentingan pribadinya dan lebih parah lagi untuk kepentingan politik atau politisasi daging hewan kurban dll,

Dalam hal ini Syeikh Khatib Asy-Syarbaini pada kitabnya Mughni Al-Muhtaj jilid 4, hal. 338 menjelaskan,

(وَالْأَفْضَلُ) التَّصَدُّقُ (بِكُلِّهَا)؛ لِأَنَّهُ أَقْرَبُ إلَى التَّقْوَى وَأَبْعَدُ عَنْ حَظِّ النَّفْسِ (إلَّا) لُقْمَةً أَوْ لُقْمَتَيْنِ أَوْ (لُقَمًا يَتَبَرَّكُ بِأَكْلِهَا) عَمَلًا بِظَاهِرِ الْقُرْآنِ، وَلِلِاتِّبَاعِ كَمَا مَرَّ وَلِلْخُرُوجِ مِنْ خِلَافِ مَنْ أَوْجَبَ الْأَكْلَ

Maknanya “Lebih utama menyedekahkan semuanya, karena lebih mendekatkan kepada ketakwaan dan menjauhkan dari kepentingan nafsu, kecuali satu, dua atau beberapa suap yang dimakan untuk mengambil keberkahan, karena mengamalkan bunyi eksplisit Al-Qur’an dan mengikuti Nabi seperti keterangan yang lalu, dan karena keluar dari khilaf yang mewajibkannya hanya untuk dimakan."

Konteks ini berbeda dengan kasus di Arab Saudi yang daging hewan kurban melimpah yang terpaksa harus diimpor agar tidak busuk maka dikornetkan agar dapat bertahan. Dan berbeda pula dengan Hukum Aqiqah yang disunnahkan untuk memasak dagingnya.

Semoga bermanfaat.

Sang Pecinta Kedamaian : Ustadz Miftah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hadits Palsu (2) Wanita Di Neraka Selama 70000 Tahun Gara-Gara 1 helai Rambutnya Terlihat Lelaki Yang Bukan Mahramnya

Nabi Adam Menggunakan Bahasa Suryani Tidak Bahasa Arab (Bahasa Pertama Di Dunia)

Sunnah Zikir Tahlil Sambil Menggeleng-Gelengkan Kepala