Internalisasi Keshahihan Hadis “Allahumma Baarik Lanaa Fii Rajab..” Yang Higienis

Internalisasi Keshahihan Hadis “Allahumma Baarik Lanaa Fii Rajab..” Yang Higienis

Hadits Allahumma Baarik Lanaa Fii Rajab wa Sya'baana wa ballighnaa Ramadhaan.
Oleh : Al-Ustadz Miftahul Chair Al-Fat, S.Hi. MA
Alumni Perbandingan Mazhab/Hukum Islam Pasca Sarjana UIN Sumatera Utara

Berbondong-bondong umat Islam secara universal di setiap memasuki bulan Rajab hingga berakhir bulan Sya’ban dari surau ke surau, dari langgar ke langgar, dari masjid ke masjid dan dari seluruh tempat yang ada di belahan dunia melafazkan hadits yang berisikan doa Rasulullah Saw :

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَب وَشَعْبَانَ وَبَلغنا رَمَضَان

“Allahumma baarik lanaa fi Rajaba wa Sya’baana wa ballighnaa Ramadhaan.” Maknanya : “Ya Allah berikanlah keberkahan kepada kami di bulan Rajab, Sya’ban dan sampaikanlah kami pada bulan Ramadhan.” Internalisasi atau penghayatan doa ini sangat terasa syahdu karena ramai yang melantunkannya dalam doa berjamaah setiap selesai solat fardhu ditunaikan.

Internalisasi Periwayatan dan Status Hadits

Hadits ini diriwayatkan oleh beberapa periwayat yang tidak asing lagi bagi kita mendengar kemasyhuran nama mereka, di antara mereka yang mengemukakan riwayat di atas; Imam Ahmad bin Hanbal dalam Musnadnya No. 2228, Imam Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Awsath No. 3939, Imam Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 3815, Imam Al-Bazzar dalam Musnadnya 6494, Imam Ibnu ‘Asakir dalam Mu’jamnya No. 309 dan Imam Ad-Dailami dalam Musnad Al-Firdaus No. 1984 dengan tambahan lafadz doa yang sangat bermakna yakni

وأعنا على الصيام والقيام وغض البصر وحفظ اللسان ولا تجعل حظنا منه الجوع والسهر

“A’inna alash shiyam wal qiyam  wa ghaddhil bashar wa hifdzhil lisan wa laa taj’al hadzhdzhanaa minhul juu’ was sahar.” Maknanya : “Tolonglah kami untuk melaksanakan puasa, solat tarawih, mengendalikan pandangan, menjaga lidah dan janganlah Engkau jadikan bagian pahala puasa kami hanya sekedar berlapar-lapar dan berjaga-jaga saja.”

Dalam riwayat Imam Ahmad hadits ini mengambil jalur sanad dari ‘Abdullah, ‘Ubaidullah bin ‘Umar, Za’idah bin Abu Ar-Ruqad, Ziyad An-Numairi hingga sahabat Rasulullah Saw Anas bin Malik.

Adapun status hadits ini para ulama berbeda pendapat karena di dalamnya ada nama Za’idah bin Abu Ar-Ruqad. Thahir Al-Jaza’iri Ad-Dimasyqi dalam kitabnya Taujihun Nadzhar Ilaa Ushulil Atsar jilid 2, hal 657 menyatakan bahwa “hadits ini diriwayatkan hanya dari jalur Za’idah saja, Imam Al-Hafidz ‘Abdur Rahman An-Nasa’i menyatakan bahwa status hadits Zaidah ini adalah munkar. Adz-Dzahabi dalam kitabnya Mizanul I’tidal jilid 2, hal. 65 juga menyebutkan bahwa hadits ini dha’if sebagaimana yang diterangakan oleh Imam Bukhari bahwa hadits dari Za’idah ini adalah munkar, Imam An-Nasa’i berkata : “Saya tidak mengenal siapa Za’idah ini.”

Namun, Ulama Muhaddits Al-Hafidz Al-Haitsami salah seorang ulama hadits Mazhab Syafi’i yang merupakan murid dari Al-Hafidz Al-‘Iraqi sekaligus adalah menantunya dan juga Al-Haitsami adalah guru dari Ibnu Hajar Al-‘Asqalani dalam kitabnya Majma’uz Zawa’id wa Manba’ul Fawa’id jilid 3, hal. 340 pada bab Fii Syuhuril Barakah wa Fadhli Ramadhan (tentang Bulan Berkah dan keutamaan bulan Ramadhan) menyatakan,

رواه البزار والطبراني في الأوسط وفيه زائدة بن أبي الرقاد وفيه كلام وقد وثق

“Rawaahul Bazzar wa Ath-Thabrani fil Awsath wa fiihi Za’idah bin Abu Ar-ruqad wa fiihi kalamun wa qad watsuqa.” Artinya : “Hadits tentang doa menyambut bulan Ramadhan ini diriwayatkan oleh Bazzar dan Thabrani dalam kitab Al-Awsathnya, di dalam hadits ini ada seorang perawi Za’idah bin Abu ar-Ruqad, dia adalah orang yang sangat bisa dipercaya (tsiqah).”

Penjelasan dari Imam Al-Haitsami ini menunjukkan bahwa tidak ada keraguan lagi bahwa hadits tentang doa Allahumma baarik lanaa fi Rajab wa Sya'baana wa ballighnaa Ramadhaan adalah shahih dan tentunya dapat dijadikan hujjah.

Internalisasi Hukum dalam Kandungan Hadits

Dari perbedaan pandangan ini, secara objektif dan premisif saya lebih cenderung mengamalkan hadits ini karena keshahihannya dan menjadikannya sebagai bacaan langganan dalam setiap memasuki bulan Rajab hingga akhir Sya’ban. Secara prinsipil apabila ada hadits yang dipertentangkan baik dari sisi kualitas sanad dan matannya atau bahkan hadits tersebut dhai’if dan dapat ditolelir kedha’ifannya, maka saya lebih memilih mengamalkannya. Sebagaimana yang disinyalir dari Imam An-Nawawi Rahimahullah dalam kitabnya Al-Adzkar hal. 12 mengemukakan,

يجوز ويستحب العمل في الفضائل والترغيب والترهيب بالحديث الضعيف ما لم يكن موضوعا

“Yajuuzu wa yustahabbul ‘amalu fil fadha’il wat targhib wat tarhib bil haditsidh dha’if maa lam yakun maudhuu’an.” Maknanya : “Diperbolehkan dan sunnah beramal dengan hadits dha’if dalam rangka mengambil keutamaan-keutamaan, memotivasi dan memberikan arahan-arahan yang bermakna selama hadits tersebut tidak palsu (maudhu’)”.

Menyikapi hadits di atas oleh Imam As-Suyuthi dalam kitabnya As-Sirah Wasy Syama’ilusy Syarifah Jilid 1, hal. 137 mengungkapkan :

فيه أن دليل ندب الدعاء بالبقاء إلى الأزمان الفاضلة لإدراك الأعمال الصالحة فيها فإن المؤمن لا يزيده عمره إلا خيرا

“Fiihi anna dalila nadbid du’a bil baqa’i ilal azmanil fadhilah li’idrakil a’malish shalihah fiiha annal mu’min laa yaziiduhu ‘umruhu illa khairan.” Maknanya : “Hadits seputar doa menyambut datangnya bulan Ramdhan adalah dalil yang berimplikasi pada sunnahnya mengamalkan doa ini karena sebagai bentuk sebuah pengharapan agar dipanjangkannya usia untuk bisa beramal shalih pada waktu-waktu yang utama. Karena orang yang beriman kepada Allah itu, hari-harinya selalu diisi dengan kebaikan.”

Pernyataan sunnahnya mengamalkan doa ini di setiap tahun juga dinyatakan oleh Imam Al-Manawi dalam kitabnya Faidhul Qadir Syarh Jami’ush Shaghir pada jilid 5, hal 167. Mengamalkan hadits yang dha’if saja boleh apalagi hadits yang diperdebatkan keshahihannya.

Internalisasi Hikmah Dalam Pengamalan Doa

Jika kita melihat dan menghayati proses sampainya doa ini dapatlah kita sikapi tentang rantai penyampaian tersebut yang demikian dinamis sejak Rasulullah Saw mengumandangkan doa ini hingga sekarang mayoritas umat Islam di dunia mengamalkannya dengan sungguh-sungguh. Ditambah lagi dengan pernyataan para ulama mengenai sunnahnya mengamalkan doa ini. Dari sisi sanad telah ada yang menyatakan keshahihannya, dari sisi matan atau isi hadits tidak ada bertentangan dengan ayat Nash Alquran atau hadits manapun. Korelasi dengan ayat tentang anjuran membaca doa ini sangatlah banyak seperti pada surah Al-Mu’minun ayat 29 :

وَقُلْ رَبِّ أَنْزِلْنِي مُنْزَلًا مُبَارَكًا وَأَنْتَ خَيْرُ الْمُنْزِلِين

Maknanya : “Ya Allah turunkanlah kepadaku kedudukan yang diberkahi dan Engkau sebaik-baik yang memberikan kedudukan.”

Imam Ali Al-Qari As-Sulthani dalam kitabnya Mirqatul Mafatih Syarh Misykatul Mashabih jilid 6, hal 255 pada Kitabush Shaum juga menyatakan,

لا مانع من قبول زبادة البركة

“laa maani’a min qabuli ziadatil barakah.” Maknanya : “Tidak ada larangan atau hambatan untuk mengamalkan doa ini agar menerima tambahan keberkahan.”

Umat Islam tidak dilarang berdoa selama doa itu dalam kebaikan apalagi meminta keberkahan. Indikasi doa ini adalah bertabarruk (mengambil berkah) dengan bulan Rajab, Sya’ban dan Ramadhan yang mana bulan-bulan ini adalah bulan yang dimuliakan Allah Swt dan para Rasul-Nya serta dihormati di kalangan agama Yahudi dan Nashrani.

Syeikh Habib bin Zein bin Ibrahim bin Sumaith dalam kitabnya Al-Fawa’idul Mukhtarah li Saaliki Thariqil Akhirah hal. 444 menyebutkan bahwa,

لإبقاء الدريهمات في جميع السنة الإتيان بها الذكر في أخر جمعة من رجب حال الخطبة الثانية وهو أحمد رسول الله محمد رسول الله وقد جربه الكثير وصح عندهم

Maknanya : “Bulan Rajab adalah bulan menanam (syahruz zar’i), bulan Sya’ban adalah bulan menyiram (syahrus saqyi), dan bulan Ramadhan adalah bulan memanen (syahrul hashad). Keberkahan bulan Rajab juga dapat terasa di akhir bulannya, jika kita ingin agar uang atau harta kita dapat melimpah pada setiap tahun maka hendaklah pada jumat terakhir bulan Rajab membaca pada saat khutbah kedua lafaz “Ahmadu Rasulullah, Muhammadur Rasulullah 35 kali”, banyak yang telah mempraktikkan ini dan mereka merasakan khasiatnya.”

Pandangan Akhir. Pendapat saya,

Hadits doa menyambut bulan Ramadhan ini adalah hadits shahih yang tidak ada keraguan lagi di dalamnya. Implisit doa Rasulullah Saw ini dalam ilmu balaghah disebut tasybih dhamniy; Kalimat dirangkai tidak seperti biasa namun mengandung makna. Pada doa ini di pangkal menggunakan kata “fii”, namun pada kata Sya’ban dan Ramadhan tidak menggunakan “fii”. Interpretasi pada makna bulan Rajab digambarkan seolah-olah  bulan Sya’ban dan Ramadhan. Visualisasi di sini menuntun kita bahwa Rajab adalah bulan latihan beramal shalih terutama puasa untuk menuju Sya’ban dan Ramadhan agar tubuh dan jiwa menjadi terbiasa dan tidak terkejut. Saya katakan juga bahwa Rajab itu ibarat mau tampil dalam sebuah perlombaan yang disebut gladi kotor, Sya'ban gladi resiknya dan Ramadhan adalah waktunya berlomba. Allah Swt sebagai dewan juri yang akan memberikan piala pahala bagi para pemenangnya. Wallahul Musta’aan.

Ahsankumullahul hal abadan,
Sang Pecinta Kedamaian : Al-Ustadz Miftahul Chair Al-Fat, S.Hi. MA.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hadits Palsu (2) Wanita Di Neraka Selama 70000 Tahun Gara-Gara 1 helai Rambutnya Terlihat Lelaki Yang Bukan Mahramnya

Nabi Adam Menggunakan Bahasa Suryani Tidak Bahasa Arab (Bahasa Pertama Di Dunia)

Sunnah Zikir Tahlil Sambil Menggeleng-Gelengkan Kepala