Analisis Terkini Tentang Masturbasi & Onani

Analisis Terkini Tentang Masturbasi & Onani

Oleh : Al-Ustadz Miftahul Chair Al-Fat, S.Hi. MA
Alumni Hukum Islam Pasca Sarjana UIN Sumatera Utara

Onani yang di maksudkan di sini, menurut istilah keren zaman sekarang, diambil dari sejarah Yunani, di mana ada seorang yang bernama Onan, dia suka dan gemar mengocok penisnya berkali-kali sehingga masyarakat pada waktu itu mengejeknya o-nani lalu lahirlah istilah tersebut sekarang. Bagi wanita yang melakukannya disebut masturbasi baik yang masih remaja atau yang sudah dewasa.

Sedangkan dalam kajian fiqh keduanya disatukan dengan istilah istimna’ bi syai’ (mengeluarkan air mani atau merangsang organ kemaluan dengan sesuatu). Laki-laki dengan cara mengocok alat kemaluannya (penis) atau menggunakan alat dan boneka-boneka seks yang saat ini beredar. Khusus bagi wanita biasanya masturbasi dilakukan dengan cara menggesekkan tangannya ke vagina, atau dengan benda lain seperti bantal guling, vibrator (alat seks yang menghasilkan efek getar yang digesekkan ke kemaluan perempuan), dan ada juga beberapa perempuan yang menggunakan benda-benda lunak seperti silicon atau bahkan terong yang dimasukkan ke dalam alat vitalnya. Semua perbuatan ini jika dilakukan tanpa alasan yang benar maka haramlah bagi pelaku onani atau masturbasi. Imam Asy-Syafi’i menyatakan haramnya masturbasi dalam kitabnya Al-Umm jilid 5, hal. 101 bab al-istimnaa’,

قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ {وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ - إِلا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ} [المؤمنون: 5 - 6] قَرَأَ إلَى {الْعَادُونَ} [المؤمنون: 7] (قَالَ الشَّافِعِيُّ) : فَكَانَ بَيِّنًا فِي ذِكْرِ حِفْظِهِمْ لِفُرُوجِهِمْ إلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ تَحْرِيمُ مَا سِوَى الْأَزْوَاجِ وَمَا مَلَكَتْ الْأَيْمَان... وَلَا يَحِلُّ الِاسْتِمْنَاءُ وَاَللَّهُ تَعَالَى أَعْلَمُ

Maknanya : “Allah Swt berfirman : “Dan orang-orang yang menjaga kemaluan mereka dari zina-kecuali terhadap istri-istri mereka. (QS. Al-Mu’minun : 6-5). Beliau membacanya sampai ayat ke 7, orang-orang yang tidak dapat menjaga kemaluan mereka maka mereka adalah orang-orang yang melampaui batas (al-‘aaduun).” Imam Asy-Syafi’i menjelaskan ayat ini : “Allah Swt menerangkan dalam penyebutan kata “menjaga kemaluan mereka kecuali terhadap istri-istri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki menunjukkan keharaman kepada selain mereka...dan menunjukkan tidak halalnya melakukan onani/masturbasi.”

Sayyid Sabiq menjelaskan makna yang dijelaskan Imam Asy-Syafi’i di atas dalam kitabnya Fiqhus Sunnah jilid 2, hal 277,

وحجتهم في التحريم أن الله سبحنه أمر بحفظ الفروج  في كل حالات إلا بالنسبة للزوجة وملك اليمين

Maknanya : “Alasan pengharaman onani atau masturbasi, riilnya bahwa Allah Swt memerintahkan untuk menjaga kemaluan dalam segala kondisi kecuali jika bersama dengan istri dan hamba sahayanya.”

Illat Kebolehan Onani Yang Dibenarkan

Namun terkadang, manusia memiliki selera syahwat yang berbeda antara satu dengan yang lain. Dalam kondisi-kondisi yang darurat dan tidak pula dijadikan kebiasaan maka seseorang boleh melakukan onani atau masturbasi demi menghindari bahaya yang lebih besar misalnya : Di tengah klimaks nafsunya, seorang pria atau wanita melakukan onani untuk menahan hasrat seksual (libido) agar tidak berzina dengan lawan jenisnya. Maka hal seperti ini dibolehkan untuk menghilangkan kedaruratannya. Sebagaimana yang disebutkan  oleh Asy-Syeikh Sulaiman Al-Bujairimi Asy-Syafi’i dalam kitabnya Hasyiah Bujairimi ‘Alal Khathib bab Ahkamul haid jilid 3, hal. 283,

حِلُّ الِاسْتِمْنَاءِ إنْ تَعَيَّنَ لِلدَّفْعِ سم ، فَلَوْ كَانَ يَنْدَفِعُ بِكُلٍّ مِنْ الزِّنَا وَالِاسْتِمْنَاءِ تَعَيَّنَ الِاسْتِمْنَاءُ لِخِفَّتِه

Maknanya : “Kebolehan onani/masturbasi apabila memang kedaruratan tersebut telah jelas dan menunjukkan adanya kekhawatiran yang tujuannya adalah untuk mengerem laju syahwat yang menjurus ke zina. Dengan kata lain, onani/masturbasi harus dilakukan daripada zina.”

Keadaan seperti ini juga disampaikan oleh Imam Ahmad yang merupakan murid dari Imam Asy-Syafi’i, dalam kitab Tafsir Ash-Shawiy Alal Jalalain di sana disebutkan :

فقال احمد بن حنبل يجوز بشروط ثلاثة ان يخاف الزنا والا يجد مهر حرة او ثمن امة وان يفعله بيده لا بيد اجنبي او اجنبية

Maknanya : “Imam Ahmad bin Hanbal berkata :  “Diperbolehkan onani/masturbasi dengan tiga syarat: Pertama, Apabila khawatir zina. Kedua,  Tidak mampu membayar mahar untuk wanita merdeka (tidak sanggup menikah)  atau membeli seorang budak (karena sangat miskinnya sedang gejolak syahwatnya sangat besar). Ketiga, dia melakukan dengan tangannya sendiri tidak dengan tangan laki-laki lain atau wanita lain.”

Najib Muthi’i Asy-Syafi'i dalam kitabnya Takmilah Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab bab had zina jilid 20, hal. 33 menyatakan,

الاستمناء، وهو استفعال من المنى، وأحمد بن حنبل على ورعه يجوزه بأنه إخراج فضلة من البدن فجاز عند الحاجة، أصله الفصد والحجامة

Maknanya : “Onani adalah mengeluarkan mani dengan sengaja, Imam Ahmad bin Hanbal dengan sikap wara’nya membolehkan onani karena hal itu merupakan sesuatu yang berlebihan di badan ketika ada hajat ke arah sana, pada dasarnya onani ini sama dengan bekam (sama-sama mengeluarkan cairan dari badan).”

Apa yang dilontarkan para ulama di atas seperti yang telah saya sebutkan dari yang sudah-sudah, sejalan dengan ushul yang dinyatakan oleh Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Al-Mushtashfa Fii ‘Ilmil Ushul hal. 311,

إثبات العلة بالاستنباط وطرق الاستدلال... إثبات العلة بإبداء مناسبتها للحكم

Maknanya : “Menetapkan alasan hukum (‘illat) berdasarkan istinbath dan mengambil jalur-jalur pendalilan yang lain...istinbath tersebut diawali dengan penyesuaian illat tersebut terhadap satu kasus yang terjadi.”

Oleh karena itu dalam kondisi-kondisi darurat saja dan memungkinkan bagi seseorang untuk memilih onani agar tidak terjadi kerusakan yang lebih besar. Namun apabila kondisi darurat itu telah berakhir maka sebaik-baiknya adalah dengan meninggalkan onani dan tidak menjadikan padanya suatu kebiasaan. Sebagaimana sebuah kaidah yang dirumuskan oleh Imam Az-Zarkasyi Asy-Syafi’i dalam kitabnya Al-Mantsur Fil Qawa’id jilid 2, hal. 385,

مَا أُبِيحَ لِلضَّرُورَةِ يُقَدَّرُ بِقَدْرِهَا

Maknanya : “Sesuatu yang diperbolehkan karena darurat, hanya boleh sekedarnya saja.”

Kebolehan Pasangan Dalam Melakukan Onani Sesuai Keperluan

Atau ada illat yang lain, jika seorang suami dikhawatirkan menggauli dubur/anus istrinya di saat dia sedang haid maka melakukan onani lebih harus didahulukan karena haramnya senggama melalui anus. Kondisi lain, misalnya seorang suami atau istri yang tidak mendapatkan kepuasaan dari hubungan seks, maka seorang suami dapat membantu memasturbasikan istri dengan tangannya atau dengan yang lain agar mendapat kenikmatan. Sebaliknya seorang istri bisa mengonanikan suaminya di saat istri sedang haid atau untuk membantu dalam mendapatkan puncak kenikmatan bersenggama (orgasme). Pemahaman ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Imam An-Nawawi rahimahullah dalam kitabnya Raudhatuth Thalibin wa ‘Umdatul Muftiin bab Ats-Tsamin Fii Mutsbitatil Khiyar Fin Nikah jilid 7, hal. 206,

وَيَجُوزُ أَنْ يَسْتَمْنِيَ بِيَدِ زَوْجَتِهِ وَجَارِيَتِهِ، كَمَا يَسْتَمْتِعُ بِسَائِرِ بَدَنِهَا، ذَكَرَهُ الْمُتَوَلِّي، وَنَقَلَهُ الرُّويَانِ

Maknanya : “Boleh bagi seorang suami  melakukan onani  melalui tangan istri dan hamba sahayanya sebagaimana diperbolehkan baginya mencapai kepuasan melalui seluruh tubuh isrinya. Al-Mutawalli dan Ar-Ruyani menyebutkan hal yang sama dalam masalah ini.”

Pandangan-Pandangan Lain Tentang Kebolehan Onani

Pada saat peperangan di mana seorang suami yang tengah berperang dan tidak ada di sisinya pasangan maka dia boleh melakukan onani selama dalam batas-batas yang normal. Dalam riwayat lain, ada juga riwayat yang membolehkan onani/masturbasi. Seperti riwayat berikut,

عَنْ مُجَاهِدٍ قَالَ: «كَانَ مَنْ مَضَى يَأْمُرُونَ شُبَّانَهُمْ بِالِاسْتِمْنَاءِ، وَالْمَرْأَةُ كَذَلِكَ تُدْخِلُ شَيْئًا

Maknanya : “Dari Mujahid, orang dahulu menyuruh agar pemuda-pemudanya beronani untuk menjaga kesucian dan kehormatan, dan perempuan juga sama.” (HR. ‘Abdur Razzaq No. 13593).
Dalam riwayat lain,

أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ قَالَ: قَالَ عَمْرُو بْنُ دِينَارٍ: مَا أَرَى بِالِاسْتِمْنَاءِ بَأْسًا

Maknanya : “Ibnu Juraij mengabarkan bahwa ‘Amr bin Dinar menyatakan : “Aku memandang bahwa onani itu bukanlah suatu dosa.” (HR. ‘Abdur Razzaq 13594).

Onani Lebih Utama Ditinggalkan

Ketentuan ini mengingat kondisi seseorang yang melakukan onani, karena efek samping daripada onani bermacam-macam; kehilangan konsentrasi, pandangan kabur, kekeringan pada kulit, tumpulnya otak, melemahnya fisik, malas bekerja apalagi ibadah, pikiran ngeres, gampang emosian, tidak pernah merasa puas dengan pasangan, frigiditas (dingin terhadap seks), dll yang menyebabkan onani harus ditinggalkan. Untuk meghalau nafsu seksual yang tidak termanage dengan baik,  Rasulullah Sayyidinaa Muhammad Saw memberikan arahan,

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ. وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.

Maknanya : “Wahai sekalian para pemuda, barangsiapa di antara kamu yang mempunyai kemampuan (ba’at) hendaklah segera menikah, karena nikah itu lebih menundukkan mata dan lebih menjaga kehormatan. Dan siapa saja yang belum mampu hendaklah berpuasa, karena puasa itu dapat membentenginya.” (HR. Bukhari No. 4678, Muslim 2485).

Di dalam hadits ini baginda SAW tidak mengatakan: “Barangsiapa yang belum mampu, maka lakukanlah onani, atau hendaklah dia mengeluarkan spermanya”, akan tetapi baginda SAW mengatakan: “Dan barangsiapa yang belum mampu hendaklah berpuasa, karena puasa itu dapat membentenginya.”Pada hadits tadi Rasulullah SAW menyebutkan dua hal, yaitu:
Pertama, Menyegerakan nikah jika memang sudah mampu
Kedua, Meredakan nafsu syahwat dengan melakukan puasa bagi orang yang belum mampu menikah, karena puasa itu dapat melemahkan godaan dan bisikan syaitan serta menghandel lonjakan syahwat. Selain itu menambahinya dengan banyak melakukan ibadah, silaturrahmi, olahraga, diskusi atau menyibukkan diri secara positif supaya terhindar dari onani ini.
Maka hendaklah anda beretika dengan etika agama dan bersungguh-sungguh di dalam berupaya memelihara kehormatan diri anda dengan nikah syar’i. Insya Allah, Dia akan memberimu kecukupan untuk melunasinya. Menikah itu merupakan amal shalih dan orang yang bernikah pasti mendapat pertolongan, sebagaimana Rasulullah tegaskan di dalam haditsnya,

ثَلاَثَةٌ حَقٌّ عَلَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ عَوْنُهُمْ: الْمُكَاتَبُ الَّذِيْ يُرِيْدُ اْلأَدَاءَ وَالنَّاكِحُ الَّذِيْ يُرِيْدُ الْعَفَافَ وَالْمُجَاهِدُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ.

Maknanya : “Ada tiga orang yang berhak mendapat pertolongan Allah Swt: al-mukatab (hamba yang berupaya memerdekakan diri) yang hendak menunaikan tebusan dirinya, Lelaki yang menikah karena ingin menjaga kesucian dan kehormatan dirinya, dan mujahid (pejuang) di jalan Allah.” (HR. Baihaqi No. 21401, Tirmidzi 1579, Nasa’i 3069).

Walaupun begitu, ada saja manusia yang tidak berpengaruh apa-apa pada fisiknya saat dia menjadikan kebiasaan onani itu dan ini saya kembalikan kepada individu untuk onani atau tidak. Dalam konteks seperti ini, dia harus meninggalkannya untuk mencari sesuatu yang lebih bermanfaat dibandingkan dengan memperturutkan hawa nafsunya. Apa pun alasannya tidak onani itu lebih baik karena sesuatu yang alami lebih menyegarkan dan menyehatkan. Ketika seseorang tidak melakukan onani biasanya terjadi penumpukan enzim atau sperma di dalam kantung buah pelir yang menyebabkan seseorang itu “mimpi basah” ini yang saya maksudkan pengeluaran alami melalui cara Allah. Oleh karena itu berupayalah untuk meninggalkan onani karena Allah. Rasulullah Saw bersabda :

إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئاً لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ بَدَّلَكَ اللَّهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ

Maknanya : “Sesungguhnya jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan memberi ganti padamu dengan yang lebih baik.” (HR. Ahmad 23074).

Orang yang tidak melakukan onani biasanya lebih cerdas, lebih segar wajah dan tatapannya, tidak gampang capek, dan raut rupa lebih muda daripada yang rutin beronani dan masturbasi. Enzim di tubuh layaknya seperti oli pada kendaraan, jika oli berkurang maka kendaraan pun terasa tidak enak dijalankan, samalah dengan onani ini.

Ahsanakumullahul hal abadan,
Sang Pecinta Kedamaian : Al-Ustadz Miftahul Chair Al-Fat, S.Hi. MA.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hadits Palsu (2) Wanita Di Neraka Selama 70000 Tahun Gara-Gara 1 helai Rambutnya Terlihat Lelaki Yang Bukan Mahramnya

Nabi Adam Menggunakan Bahasa Suryani Tidak Bahasa Arab (Bahasa Pertama Di Dunia)

Sunnah Zikir Tahlil Sambil Menggeleng-Gelengkan Kepala